Pakar Sebut Resesi Global Tak Berdampak Langsung ke RI, Ini Alasannya

Minggu, 16 Oktober 2022 06:27 WIB

Ilustrasi Resesi. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Deddy Priatmodjo Koesrindartoto, mengatakan resesi global 2023 tidak akan berdampak langsung secara ekstrem ke Indonesia. Resesi sebelumnya diperkirakan terjadi karena berlanjutnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina.

"Alasannya, Indonesia tidak bergantung pada komoditas yang berasal dari negara yang sedang berperang itu," kata Deddy Priatmodjo pada Sabtu malam, 15 Oktober 2022.

Deddy menuturkan dampak resesi global itu akan dirasakan secara langsung oleh negara-negara di Eropa dan sekitarnya. Sebab, negara-negara tersebut memiliki ketergantungan pasokan komoditas, terutama gandum dan gas.

Sedangkan di Indonesia, permintaan akan kebutuhan energi dalam negeri masing bisa dipenuhi dari rantai pasok yang ada. Sementara itu, gangguan rantai pasok pangan, misalnya gandum, tidak akan memberikan imbas yang signifikan laantaran bukan merupakan makanan pokok penduduk di Tanah Air.

Baca: Luhut Gunakan Istilah Perang Rakyat Semesta untuk Antisipasi Resesi, Apa Artinya?

Ekonomi Indonesia pun, tutur Deddy, relatif kuat. ini ditunjukkan dengan kondisi pasar modal Indonesia yang banyak dana asing masuk, investasi luar negeri, foreign direct investment (FDI) yang stabil. Selain itu, iklim investasi tetap berstatus investment grade.

Advertising
Advertising

Kondisi ekonomi yang tetap kuat ini, ucap Deddy, ditopang oleh kebijakan fiskal dan moneter yang sinergis. Meski demikian, ia tidak memungkiri bahwa perang kedua negara akan mengakibatkan rantai pasok global terhadap sejumlah komoditas penting dunia terganggu bahkan terhenti.

"Kita tetap perlu siap-siap terhadap kondisi resesi global, bagaimanapun kita sudah menjadi bagian ekonomi dunia yang terhubung. Namun, dampaknya akan lebih ringan dan tidak seekstrem seperti negara-negara lain," kata Deddy.

Dia meminta pemerintah tidak memberikan pernyataan berlebihan perihal resesi 2023. Dia khawatir, pernyataan yang berlebihan malah memicu efek self-fulfilling prophecy dan dimaknai masyarakat dengan menahan pola konsumsi berlebihan dan akhirnya akan terjadinya gangguan yang sebenarnya terhadap perekonomian Indonesia.

Masyarakat, kata dia, hanya perlu mengantisipasi resesi dengan menahan intensitas pembelian barang yang bukan menjadi kebutuhan utama pada 2023. "We should prepare for the rainy day (kita harus bersiap untuk hari hujan)," kata Deddy.

ANTARA

Baca juga: Pertemuan Menkeu dan Bank Sentral, Sri Mulyani: G20 Perlu Hasilkan Aksi Konkret

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

10 jam lalu

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

13 jam lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

Kurs rupiah hari ini ditutup menguat 104 poin ke level Rp 15.923 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

1 hari lalu

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

Rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu ditutup menguat setelah rilis data inflasi Indeks Harga Produsen (PPI) Amerika Serikat menguat.

Baca Selengkapnya

Pj Bupati Banyuasin Berikan Bibit Cabai dan Jagung Bagi Masyarakat Kabupaten Banyuasin

1 hari lalu

Pj Bupati Banyuasin Berikan Bibit Cabai dan Jagung Bagi Masyarakat Kabupaten Banyuasin

Penjabat (Pj) Bupati Banyuasin, Hani S Rustam, mendukung gerakan menanam untuk pengendalian inflasi di Kabupaten Banyuasin, dengan memberikan bantuan bibit cabai dan jagung.

Baca Selengkapnya

IHSG Berpotensi Mendatar, Pasar Wait and See Data Inflasi AS

1 hari lalu

IHSG Berpotensi Mendatar, Pasar Wait and See Data Inflasi AS

IHSG pada Rabu berpotensi bergerak mendatar seiring pelaku pasar sedang bersikap wait and see terhadap data inflasi Amerika Serikat (AS)

Baca Selengkapnya

Hari Ini Rupiah Makin Terpuruk ke Rp 16.100 per Dolar AS, Pedagang Tunggu Rilis Data Inflasi Terbaru

2 hari lalu

Hari Ini Rupiah Makin Terpuruk ke Rp 16.100 per Dolar AS, Pedagang Tunggu Rilis Data Inflasi Terbaru

Kurs rupiah ditutup melemah 20 poin ke level Rp 16.100 per dolar AS. Pada perdagangan kemarin, kurs rupiah per dolar AS ditutup pada level Rp 16.080

Baca Selengkapnya

Wamenkeu Suahasil Nazara Memperkirakan Suku Bunga the Fed Belum akan Turun Dalam Waktu Dekat, Rupiah Tertekan

2 hari lalu

Wamenkeu Suahasil Nazara Memperkirakan Suku Bunga the Fed Belum akan Turun Dalam Waktu Dekat, Rupiah Tertekan

Wamenkeu Suahasil Nazara memperkirakan suku bunga The Fed belum akan turun dalam waktu dekat, sehingga indeks dolar meningkat dan menekan nilai tukar rupiah.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian Dorong Pemda Percepat Realisasi Belanja APBD

3 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian Dorong Pemda Percepat Realisasi Belanja APBD

Tito Karnavian menekankan pentingnya realisasi APBD dalam pengendalian tingkat inflasi.

Baca Selengkapnya

Plus Minus KTT Perdamaian Ukraina di Swiss

5 hari lalu

Plus Minus KTT Perdamaian Ukraina di Swiss

Rusia tidak diundang ke pertemuan tanggal 15-16 Juni 2024 dalam KTT Perdamaian Ukraina di Lucerne, Swiss.

Baca Selengkapnya

Profil Mikhail Mishutin, Perdana Menteri Rusia yang Dipinang Lagi oleh Putin

6 hari lalu

Profil Mikhail Mishutin, Perdana Menteri Rusia yang Dipinang Lagi oleh Putin

Putin mengusulkan nama Mikhail Mishutin untuk kembali menjabat sebagai perdana menteri.

Baca Selengkapnya