Ancaman Pinjol ke Perempuan Kian Meresahkan, Sebar Foto Pribadi hingga Pelecehan
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 12 September 2021 12:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Semakin nekatnya para perusahaan pinjaman online atau pinjol dalam menagih kewajiban ke nasabah belakangan ini tak sedikit menjadikan perempuan sebagai korban. Dari data pengaduan yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta diketahui mayoritas atau 72,08 persen orang yang melaporkan soal pinjol adalah perempuan.
"Dan 22 persen di antaranya pasti mengalami kekerasan berbasis gender siber (KGBS)," ujar pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait, dalam siaran lewat kanal YouTube, Jumat, 10 September 2021.
Ia menduga, tingginya pelaporan dari perempuan itu tak lepas dari strategi para perusahaan pinjaman online melakukan penagihan dan menargetkan perempuan sebagai korbannya.
Sejumlah bentuk KBGS yang menyasar korban perempuan itu di antaranya mulai dari ancaman akan membunuh anak korban, menyuruh perempuan (peminjam) untuk menjual diri, hingga menyebarluaskan informasi pinjaman kepada rekan-rekan kantor dan ke atasan korban agar di-PHK. Tak jarang, kata Jeanny, pinjol menyebarkan foto-foto atau data pribadi yang mengakibatkan korban malu dan melakukan upaya bunuh diri.
"Bahkan ada peminjam laki-laki yang diancam, 'Jika kamu tidak bisa bayar, suruh saja istrimu tidur dengan saya biar tagihannya lunas'. Ini merendahkan derajat perempuan," ucap Jeanny.
Tindakan-tindakan itu dinilai sudah melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas privasi dan hak atas rasa aman. Pelanggaran tersebut dapat dilihat dari berbagai upaya penagihan yang diikuti dengan penyebaran data KTP, wajah, data-data di galeri ponsel korban, serta diperburuk oleh pengancaman, penipuan, fitnah, dan pelecehan seksual.
"Ini pelanggaran hak atas rasa aman," ucap Jeanny.
<!--more-->
Oleh sebab itu, Jeanny mendesak agar negara aktif mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM dalam praktik pinjaman online. Apalagi, pinjaman online memiliki kaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat yang juga menjadi tanggung jawab dari negara.
Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia Andi Taufan Garuda Putera sebelumnya mengingatkan agar masyarakat terus waspada atas penawaran dari pinjol ilegal yang kian ramai belakangan ini. Tawaran lewat layanan pesan pribadi, seperti SMS maupun chat serta pinjaman yang ditawarkan dengan syarat-syarat yang sangat mudah sudah dipastikan ilegal.
Ia menegaskan bahwa pelaku fintech legal ataupun yang merupakan anggota AFPI terdaftar dan berizin OJK hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, microfone dan location) dengan penerapan code of conduct atau kode etik yang sangat ketat untuk semua anggota.
Masyarakat juga diimbau untuk terus memantau daftar penyelenggara Fintech P2P Lending yang terdaftar dan berizin di OJK. Caranya bisa dengan membuka website OJK atau bisa menghubungi Kontak OJK 157 atau 081157157157 atau email konsumen@ojk.go.id dan waspadainvestasi@ojk.go.id.
Untuk mengecek pinjaman online tersebut telah menjadi anggota AFPI, masyarakat bisa mengklik tautan www.afpi.or.id/members. AFPI juga menyediakan customer service hotline center melalui telepon maupun email dimana masyarakat dapat menghubungi layanan bebas pulsa di 150505, sedangkan email di pengaduan@afpi.or.od dan website di www.afpi.or.id
Jika menemukan pinjaman online ilegal, masyarakat bisa melaporkannya melalui tiga kanal. Pertama, dengan melaporkan ke Kepolisian untuk proses hukum. Laporan itu dapat dilakukan melalui patrolisiber.id atau dengan mengirimkan surat elektronik (surel) ke info@siber.polri.go.id.
Kedua, melaporkan pinjol ilegal tersebut kepada SWI melalui surel kepada waspadainvestasi@ojk.go.id. Ketiga, dengan mengadukan kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui aduankonten.id, surel ke aduankonten@kominfo.go.id dan layanan WhatsApp ke 08119224545.
ANTARA | BISNIS
Baca: Bos Grup Lippo John Riady Belum Sepakati Penjualan Link Net ke XL Axiata