KAI Sebut RI Belum Setor Modal Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rp 4,3 T
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 1 September 2021 19:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya mengatakan konsorsium Indonesia masih belum menyetor modal awal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai Rp 4,3 triliun.
"Setoran modal itu belum kita penuhi. Itu basic sekali, belum kita setor lagi, Rp 4,3 triliun belum kita lakukan," ujar Salusra dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 1 September 2021.
Secara hukum, kata Salusra, semestinya pihak Indonesia sudah terkena event of default lantaran itu masuk ke dalam pemenuhan modal dasar. Untuk itu, ia mengatakan konsorsium Indonesia pun sudah mengajukan penundaan setoran modal dasar dari Desember 2020 ke Mei 2021.
"Ini sudah kita ajukan dan belum ada jawaban dari pihak Cina bahwa disetujui penundaan setoran modal ini," ujar dia.
Persoalan setoran modal itu juga membuat pembahasan mengenai restrukturisasi dengan kreditur, yaitu China Development Bank menjadi alot. Padahal, upaya restrukturisasi itu adalah salah satu langkah menekan bengkaknya biaya proyek sepur kilat itu.
"Restructuring dengan kreditur dari CDB terus dilakukan. Itu sangat tough karena persyaratan utama dari kami, setoran modal itu belum kita penuhi," ujar dia.
<!--more-->
Sebelumnya, manajemen PT KCIC telah melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, hingga efisiensi pengelolaan TPOD dan pengelolaan stasiun untuk menekan membengkaknya biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Alhamdulillah biaya proyek bisa ditekan menjadi US$ 8 miliar. Kalau dikurangi dengan budget awal US$ 6,07 miliar, maka tambahan cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar dengan komposisi EPC dan non-EPC masih 80 banding 20 persen," ujar Salusra.
Salusra mengatakan budget awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.
Setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata melar menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan.
"Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$ 9,9 miliar dan tinggi di US$ 11 miliar," ujar Salusra. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$ 3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar.
Salusra mengatakan manajemen anyar PT Kereta Cepat Indonesia China yang dibantu konsultan lantas melakukan efisiensi sehingga bisa menekan pembengkakan biaya tersebut sehingga estimasi cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar. Dari besaran tersebut porsi yang perlu ditanggung Indonesia diperkirakan sebesar Rp 4,1 triliun dan diusulkan dipenuhi dengan PMN dari pemerintah.
Baca: Luhut Jengkel Alkes Diimpor dari Pakistan padahal Bahan Bakunya dari Morowali