TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyayangkan masih tingginya ketergantungan Indonesia atas produk alat kesehatan impor. Padahal, sumber daya alam untuk memproduksi alat kesehatan-alat kesehatan yang dimiliki negara ini sangat berlimpah.
Masa pandemi Covid-19 yang merebak saat ini, menurut dia, seharusnya bisa jadi kesempatan bagi Indonesia untuk belajar melepas ketergantungan terhadap bahan baku impor.
“Masa alat-alat kesehatan dibuatnya di Pakistan. Padahal bahan bakunya ada dari Morowali, kenapa enggak kita buat di sini?" ujar Luhut dalam acara virtual Pembukaan Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Alat Kesehatan di kanal YouTube Farmalkes TV, Senin, 30 Agustus 2021. "Jadi hal semacam ini harus kita ubah berpikirnya."
Luhut menjelaskan, pemerintah sudah membuat kebijakan untuk mengedepankan produk-produk dalam negeri. Kebijakan ini diterbitkan salah satunya karena data menunjukkan di masa pandemi Covid-19, penyediaan alat kesehatan di Indonesia masih bergantung pada bahan impor.
“Padahal bahannya itu banyak juga dari kita. Memang ada tentu yang harus kita impor, enggak bisa juga kita mandiri 100 persen. Tapi jangan sampai kita hanya mengandalkan impor saja,” kata Luhut.
Lebih jauh, ia menjelaskan, terus meningkatnya impor alat kesehatan bakal menimbulkan menjadi permasalahan besar di masa mendatang bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ia ingin impor bisa ditekan seminimal mungkin.
“Kalau perlu kita bikin tarif untuk impor-impor yang bisa diproduksi dalam negeri, sehingga memberikan insentif kepada orang yang investasi dalam negeri,” ucap Luhut.
Saat itu ia juga mencontohkan Amerika Serikat yang mengarahkan government procurement untuk mewajibkan warganya menggunakan produk dalam negeri. “Masa kita terus begini, kita harus ubah mindset-nya. Anda juga akan bisa bikin untung kok kalau memakai produk dalam negeri,” ucapnya.
Jika ketergantungan impor makin tinggi, kata Luhut, ketersediaan obat bergantung pada global supply chain bahan baku obat kian besar. Selain itu, industri farmasi terekspos terhadap mata uang asing, sehingga mempengaruhi biaya produksi, harga jual, dan profit.
BISNIS
Baca: Pemerintah dan DPR Sepakati Asumsi Makro, Ini Target Pertumbuhan Ekonomi di 2022