KAI Cerita Alotnya Bahas Restrukturisasi Kredit Kereta Cepat, Kenapa?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 1 September 2021 14:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI Salusra Wijaya mengatakan Manajemen KCIC terus melakukan review dan negosiasi dengan konsorsium kontraktor kereta cepat untuk menekan estimasi pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Salusra mengatakan efisiensi juga terus dilakukan, dibarengi dengan upaya restrukturisasi fisik proyek. "Restructuring dengan kreditur dari CDB juga terus dilakukan. Itu sangat tough karena persyaratan utama dari kami, setoran modal itu belum kita penuhi," ujar dia dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 1 September 2021.
Adapun setoran modal yang belum dipenuhi adalah sebesar Rp 4,3 triliun. Dengan demikian, secara hukum, kata Salusra, pihak Indonesia sudah mengalami event of default per 30 Desember 2020 lantaran belum melaksanakan pemenuhan modal dasar.
"Kami sudah minta penundaan setoran modal dasar dari Desember 2020 ke Mei 2021. Ini sudah kami ajukan dan belum ada jawaban dari pihak Cina bahwa disetujui penundaan setoran modal ini," tutur Salusra.
Nominal itu belum termasuk dengan estimasi tanggung jawab sponsor Indonesia untuk membiayai pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar Rp 4,1 triliun, yang diusulkan dipenuhi dari Penyertaan Modal Negara 2022.
"Karena Rp 4,1 triliun pada 2022 ini sudah kelanjutan dari 2021 yang harus dipenuhi. Jadi basic equity disetor dulu baru ngomong bisnis. Kita basic equity saja belum kita penuhi," kata Salusra.
Sebelumnya, manajemen PT KCIC telah melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, hingga efisiensi pengelolaan TPOD dan pengelolaan stasiun untuk menekan bengkaknya biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Alhamdulillah biaya proyek bisa ditekan menjadi US$ 8 miliar. Kalau dikurangi dengan budget awal US$ 6,07 miliar, maka tambahan cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar dengan komposisi EPC dan non-EPC masih 80 banding 20 persen," ujar Salusra.
Salusra mengatakan anggaran awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.
Setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata melar menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan.
"Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$ 9,9 miliar dan tinggi di US$ 11 miliar," ujar Salusra. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$ 3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar.
Salusra mengatakan manajemen anyar KCIC yang dibantu konsultan lantas melakukan efisiensi sehingga bisa menekan pembengkakan biaya tersebut.
Baca Juga: Bengkak Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Diprediksi Jadi Rp 27 T