Kasus Jouska, Investor Jangan Terlena Tawaran Keuntungan Instan
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 26 Juli 2020 18:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Merebaknya kasus Jouska belakangan ini tak sedikit membuat masyarakat khususnya para investor pemula gamang. Mereka yang tadinya siap terjun berinvestasi jadi berpikir ulang untuk merealisasikannya.
Sebelumnya diberitakan perusahaan jasa perencanaan keuangan, PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska), tengah menjadi sorotan warganet. Pasalnya, beberapa nasabah mengklaim terjadi kerugian investasi hingga kehilangan uang puluhan juta. Pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga menimbulkan kerugian dituding menjadi akar persoalan ini.
Dari layanan jejaring sosial Twitter, misalnya, sebagian besar isi cuitan tersebut membahas tentang kerugian investasi yang dia dialami seorang klien Jouska. Ada yang mengaku mengalami minus hingga 70 persen, ada yang menyatakan minus hingga Rp 60 juta.
Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto memberikan tips para milenial untuk mengenali financial planner atau perencana keuangan. Financial planner memang bertugas membantu kliennya untuk mencapai tujuan keuangan, termasuk dalam investasi.
Tak hanya investasi, kata dia, financial planner juga menangani permasalahan utang, pajak dan waris. "Jadi investasi hanya bagian dari suatu perencanaan keuangan," ujarnya ketika dihubungi, Ahad 26 Juli 2020. Meski begitu, financial planner memiliki kode etik karena tergabung dalam asosiasi, lembaga dan juga memegang sertifikasi profesi
Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi menghentikan kegiatan PT Jouska Finansial Indonesia setelah laporan masyarakat yang merasa dirugikan dengan layanan perencanaan dan konsultasi keuangan perusahaan tersebut.
<!--more-->
Dalam mengelola keuangan, menurut Eko, para calon investor atau investor pemula perlu memahami proses dalam berinvestasi. Ia pun menyarankan untuk tidak terlena dengan tawaran keuntungan besar yang instan. "Keberhasilan tidak ada yang didapat dengan instan, termasuk investasi. Jadi nikmati proses investasi tersebut," kata Eko.
Menurut Eko, para milenial perlu memiliki tujuan keuangan. Jika sudah ditentukan tujuan tersebut, milenial akan tahu alat investasi yang tepat.
Eko menuturkan, milenial perlu menjadikan investasi sebagai kebiasaan. "Buat investasi sama seperti beli kopi, beli pulsa dan sebagainya," ujarnya. Satu hal yang tak kalah penting adalah investor harus mengevaluasi pencapaian investasinya secara berkala.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Tumbur Pardede. Ia meminta masyarakat untuk lebih memahami dan membaca layanan keuangan yang berizin sehingga meminimalisir terjadinya kerugian dari pihak konsumen.
Tumbur lalu mengasumsikan kasus tersebut dari kacamata perusahaan rintisan berbasis teknologi finansial (tekfin/fintech) peer to peer (P2P) lending. Setiap penyaluran pinjaman di P2P, masyarakat atau lender akan melalui proses perjanjian pinjaman.
Di situ, kata Tumbur, lender diharapkan memang memahami segala ketentuan. Dan karena ini peer to peer setiap pinjaman yang disalurkan, mereka harus membaca risikonya. "Sehingga jaminannya bila ada tindakan penyalahgunaan dari pelaku, maka OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi dalam hal perlindungan kepada konsumen, dalam hal ini lender,” ucapnya.
HENDARTYO HANGGI | BISNIS