Ini Tantangan Digitalisasi Transaksi Pemda Menurut Sri Mulyani
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Kamis, 13 Februari 2020 17:34 WIB
TEMPO. CO, Jakarta - Pemerintah bertekad membuat semua pelayanan publik bisa dibayar secara elektronik. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyadari ada banyak tantangan dan hambatan untuk mewujudkannya.
“Pertama, sistem keuangan di daerah masih berbeda-beda,” kata Sri Mulyani dalam acara acara penandatanganan perjanjian kerja sama percepatan Elektronifikasi Transfer Pemerintah Daerah di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2020.
Untuk itu, kata Sri Mulyani, diperlukan satu skema tunggal untuk semua daerah, agar rencana ini bisa diterapkan di 542 provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh tanah air. Jika itu terwujud, maka barulah pemerintah bisa memberikan satu platform agar elektronifikasi ini bisa dipercepat.
Dalam perjanjian ini, ada beberapa layanan yang akan mulai diterapkan secara digital. Mulai dari retribusi pelayanan pasar, parkir, pariwisata, pajak kendaraan bermotor, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tim khusus dibentuk untuk mempercepat rencana ini.
Selain tantangan regulasi, Sri Mulyani juga menyebut ada sistem dan jaringan infrastruktur yang masih terbatas. Itu sebabnya, kata dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika membangun jaringan Palapa Ring. “Walau kami tahu, ini kebutuhan investasinya banyak sekali,” kata dia.
Ketiga, Sri Mulyani juga menyoroti keterbatasan dalam layanan akses perbankan. Saat ini, belum semua daerah, desa, sekolah, maupun puskesmas, menikmati layanan sektor keuangan.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga ingin elektronifikasi ini diperluas. Tapi, Tito meminta mindset Jawa tidak digunakan dalam rencana ini. Sebab, kata dia, belum semua daerah memiliki akses yang sama terhadap perbankan. “Ada yang sampai menempuh satu hari untuk mengambil uang ke bank,” kata dia pada kesempatan yang sama.
Di sebagian daerah, kata Tito, beberapa kepala desa harus menggunakan kapal untuk mengambil uang Dana Desa di bank. Sebab, bank yang ditunjuk menyalurkan tidak memiliki kantor cabang di daerahnya. “Ini masalah teknis yang harus dibicarakan betul,” kata mantan Kapolri ini.