Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan, Ini Hal yang Disoroti Buruh
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Rabu, 10 Juli 2019 15:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Buruh Perempuan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Dian Septi beranggapan revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi untuk membangun sumber daya manusia secara utuh.
Baca: Menteri Hanif: UU Ketenagakerjaan Kita Kaku Seperti Kanebo Kering
"Kami menilai Revisi UU Tenaga Kerja sebagai pukulan kaum buruh setelah PP 78 Tahun 2015 berhasil disahkan," ujar dia di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Dian mengatakan kebijakan pemerintah belakangan dinilai lebih berpihak kepada pengusaha. Apalagi, menurutnya, revisi beleid tersebut akan menuju ke semangat fleksibilitas yang juga diinginkan oleh pengusaha. "Pekerja tetap di garis kemiskinan, itu memberi karpet merah bagi pengusaha," ujar Dian.
Karena itu, bersama dengan Koalisi masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat alias Gebrak, Dian menolak rencana pemerintah dan usulan pengusaha soal revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Siaran Pers Gebrak, sejumlah hal yang dipersoalkan buruh antara lain adalah soal pelanggengan politik upah murah untuk buruh padat karya. Padahal, upah minimum itu dinilai sebagai jaring pengaman untuk kesejahteraan buruh. "Kalau kita miskin bukan karena malas bekerja tapi karena kebijakan yang memiskinkan kaum buruh," ujar Dian.
Di samping itu, Dian juga mempersoalkan usulan perluasan kontrak dan outsourcing yang dinilai semakin jauh dari kepastian kerja. Ia mengatakan usulan itu lebih mengarah kepada cara pengusaha mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Pasalnya, buruh menjadi rentan diputus hubungan kerja, dan bisa menjadi bulan-bulanan perusahaan outsourcing. "Outsourcing, kontrak, dan pemagangan malah bisa menyengsarakan."
<!--more-->
Selain itu, usulan yang<!--more--> menjadi sorotan adalah soal pemangkasan pesangon. Sebab, Dian menilai kebijakan itu bisa menghapus kepastian kerja dan meenghilangkan daya tawar buruh di hadapan pengusaha. Para pekerja bisa setiap saat dipecat dengan mudah dan status pekerja tetap semakin sedikit bedanya dengan karyawan kontrak.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan tertutup dengan sejumlah asosiasi pengusaha, seperti Apindo, Kadin, dan HIPMI di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, 9 Juli 2019.
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pertemuan itu merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya pada Juni lalu. "Lebih kepada membicarakan bagaimana kita bisa segera melakukan pertumbuhan ekonomi biar lebih cepatlah," kata Hariyadi.
Salah satu yang turut dibahas ialah masalah ketenagakerjaan, perpajakan, dan ekspor. Untuk masalah ketenagakerjaan, Hariyadi meminta agar revisi UU Ketenagakerjaan diprioritaskan karena saat ini terjadi penyusutan jumlah tenaga kerja di sektor formal.
Baca: Pengusaha Minta Jokowi Revisi UU Ketenagakerjaan, Ini Sebabnya
"Jadi kami harap bahwa, kami akan libatkan semua pihak terutama serikat pekerja untuk lihat kembali aturan ini gimana. Supaya ke depan harapan kami UU Ketenagakerjaan ini bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih luas," katanya.
CAESAR AKBAR | FRISKI RIANA