Ingin Bidik Investor Migas, Pengamat: Pemerintah Harus Fleksibel

Reporter

Eko Wahyudi

Editor

Rahma Tri

Kamis, 4 Juli 2019 11:10 WIB

Pengunjung melihat salah satu stan pameran pada Konvensi dan Pameran IPA ke-42 Tahun 2018 di Jakarta, 2 Mei 2018. Presiden juga siap menampung secara langsung masukan dari pelaku industri migas terkait hal tersebut. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Minyak dan Gas (Migas) dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai kunci dari mendatangkan banyak investor di hulu migas adalah fleksibilitas. Pemerintah dinilai perlu lebih fleksibel dalam menjalankan regulasi agar lebih kompetitif.

Baca juga: ESDM Tunggu Keputusan Pertamina Soal 4 Blok Migas

"Mungkin kita telah banyak melakukan deregulasi, tapi mungkin juga belum kompetitif. Nah, bagaimana dapat menarik eksplorasi, salah satunya fleksibilitas lebih ditingkatkan," kata Pri Agung saat Diskusi Diskusi Eksplorasi Tanpa Investasi Migas di Jakarta, Rabu 3 Juli 2019.

Pri Agung mengatakan, dampak eksplorasi yang paling nyata adalah ketahanan energi itu sendiri. Menurutnya, akan banyak investor yang tertarik datang jika itu dilakukan.

Dia menyarankan kepada pemerintah agar sebaiknya lebih membuka diri kepada investor agar mereka berminat melakukan eksplorasi. Salah satu caranya, bisa saja dengan memberikan opsi skema kontrak yang lebih bisa diterima oleh investor.

"Harusnya kita membuka ruang, tidak terpaku pada pola yang lama. Semisal production sharing contract/PSC konvensional diterapkan, antara eksplorasi dan eksploitasi bisa menjadi kesatuan ataupun dipisah. Esensinya kita harus berani keluar dari pola yang sudah dijalankan saja," kata dia.

Pri Agung berharap, pemerintah tidak banyak menghasilkan kebijakan yang justru berpotensi mengganggu kesepakatan kontrak yang disepakati sebelumnya. Selain itu, dalam menerbitkan kebijakan, pemerintah perlu memperhatikan apakah hal tersebut akan menarik bagi investor atau justru kontraproduktif.

Baca juga: IHSG Diprediksi Terkoreksi Hari Ini, Didorong Potensi Defisit Neraca Dagang

Mengutip dari Laporan Kinerja Ditjen Migas 2018, faktor internal yang mempengaruhi realisasi penandatanganan wilayah kerja migas adalah faktor terms and conditions yang dinilai kurang menarik oleh investor. Yang menjadi persoalan, menurut Pri Agung adalah, bagaimana pemerintah dapat mengundang para investor global baik skala kecil ataupun besar.

EKO WAHYUDI

Berita terkait

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

21 jam lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

1 hari lalu

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

PT Chandra Asri Pacific Tbk. (Chandra Asri Group) meraih pendapatan bersih US$ 472 juta per kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Timothy Ronald, Pemegang Saham Termuda Holywings Group

3 hari lalu

Timothy Ronald, Pemegang Saham Termuda Holywings Group

Bisnis dari Holywings Group tidak hanya mencakup beach club terbesar di dunia (Atlas) dan di Asia (H Club), tapi juga klub dan bar

Baca Selengkapnya

Bahlil Prioritaskan Investor Lokal untuk Investasi di IKN: Asing Masuk Klaster Dua

4 hari lalu

Bahlil Prioritaskan Investor Lokal untuk Investasi di IKN: Asing Masuk Klaster Dua

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah memprioritaskan pengusaha dalam negeri untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca Selengkapnya

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

6 hari lalu

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

Satgas Pasti menemukan 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi sepanjang Februari hingga Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

7 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

7 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Harga Saham Sentuh Titik Terendah, Presdir Unilever: Akan Membaik

8 hari lalu

Harga Saham Sentuh Titik Terendah, Presdir Unilever: Akan Membaik

Presdir Unilever Indonesia, Benjie Yap mengatakan salah satu hal yang penting bagi investor adalah fundamental bisnis.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

10 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya

Putusan MK Dinilai Beri Kepastian pada Investor, Ekonom BCA: Semoga Belanja Modal Meningkat

10 hari lalu

Putusan MK Dinilai Beri Kepastian pada Investor, Ekonom BCA: Semoga Belanja Modal Meningkat

Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai putusan MK akan memberikan legitimasi atau kepastian hukum terhadap Pemilu.

Baca Selengkapnya