INDEF: Politikus Pakai Data Kemiskinan Sepotong-sepotong
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 6 Agustus 2018 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut data kemiskinan yang valid adalah data Badan Pusat Statistik. Menjelang pesta demokrasi Pemilu 2019, data itu kerap disebut-sebut dalam pidato politikus.
Simak: Ekonom: Prabowo Mungkin Pakai Data Lama
Perkaranya, kata Bhima, politikus kerap kali menggunakan angka kemiskinan secara sepotong-sepotong. Malahan, kata dia, politikus acapkali tak menyebut sumber data dan metode pengambilan data secara lengkap.
"Itu yang menimbulkan kebingungan," ujar Bhima kepada Tempo, Ahad, 5 Agustus 2018. Walau, Bhima menganggap kritik dengan menggunakan data kemiskinan bukan sebuah masalah. "Enggak ada masalah pakai BPS asal politikus buat laporan lengkap kalau mau kritik, jangan campur-campur."
Selain data BPS, data yang juga sempat disinggung adalah angka kemiskinan berdasarkan acuan Bank Dunia. Menurut Bhima, standar Bank Dunia bisa saja dipakai. Tapi, Bank Dunia memiliki garis kemiskinan yang berbeda-beda.
"Kalau pakai standar Bank Dunia, angka kemiskinanNya akan naik signifikan," ujar Bhima.
Ia menunjukkan ada beberapa garis kemiskinan berdasarkan acuan Bank Dunia. Misalkan saja, untuk Maret 2018, ada garis kemiskinan ekstrim Bank Dunia PPP$ 1,9 atau Rp 306 ribu per orang per bulan.
Adapula garis kemiskinan moderat Bank Dunia PPP$ 3,2 atau Rp 516 ribu per orang per bulan, juga garis kemiskinan upper middle income Bank Dunia PPP$ 5,5 atau Rp 886 ribu per orang per bulan. Sementara, garis kemiskinan nasional BPS adalah di batas Rp 401 ribu per bulan per orang.
Sebelumnya, BPS mengumumkan per Maret 2018 tingkat kemiskinan mencapai 9,82 persen. Angka kemiskinan itu turun dalam lima tahun terakhir dan akhirnya menembus single digit.
Tahun ini, penduduk di bawah garis kemiskinan turun hingga 633,2 ribu orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2017, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan mencapai 26,58 juta orang, per Maret 2018 penduduk miskin berjumlah 25,95 juta orang.
Namun Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut tingkat kemiskinan di Indonesia naik 50 persen dalam lima tahun terakhir. Ia menyebut Indonesia menjadi tambah miskin dalam lima tahun ini. Hal itu juga ditambah dengan mata uang rupiah yang terus melemah.
Adapun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter @SBYudhoyono, beberapa waktu lalu, menyebutkan kemiskinan di Indonesia cukup tinggi jika menggunakan standar dari Bank Dunia. Lembaga internasional tersebut memiliki kategori bahwa mereka yang memiliki penghasilan di bawah US$ 2 per hari atau sekitar Rp 864 ribu per bulan adalah kelompok masyarakat miskin.
BACA:SBY Klaim Lebih Berhasil Turunkan Kemiskinan Dibanding Jokowi
Dengan demikian, kata SBY, lebih dari 40 persen atau sekitar 100 juta masyarakat Indonesia berada di kelompok ini. Polemik muncul karena pada pertengahan bulan lalu Badan Pusat Statistik merilis bahwa tingkat kemiskinan Indonesia 9,82 persen atau terendah dalam sejarah. Belakangan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa data BPS valid adanya.