Kurs Rupiah Rp 14.000 per Dolar AS, Ini Rencana Sri Mulyani
Reporter
Adam Prireza
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 8 Mei 2018 09:36 WIB
TEMPO.CO, JAKARTA- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah bersama dengan Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan fondasi Indonesia. Hal tersebut merespon kondisi pasar yang saat ini sedang melakukan penyesuaian, salah satunya terhadap perubahan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.
"Fondasi kami perkuat, kinerja diperbaiki sehingga apa yang disebut sentimen pasar itu relatif bisa netral terhadap Indonesia," tutur Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin Malam, 7 Mei 2018.
Simak: Batas Angka Rp 14000 per Dolar Akhirnya Jebol Juga
Menurut Sri, saat ini pengelolaan ekonomi Indonesia dari sisi fiskal terbilang baik. Defisit yang tetap terjaga, neraca pembayaran yang bagus, serta ekspor yang dengan pertumbuhan yang baik menjadi faktor-faktor pendukungnya.
"Pertumbuhan ekonomi kita cukup bagus dan inflasi rendah. Penyesuaian ini bisa dilakukan secara jauh lebih cepat tanpa gejolak yang berarti," ucap Sri Mulyani.
Seperti diketahui sebelumnya, kemarin, Senin sore, 7 Mei 2018, nilai tukar rupiah sempat menembus angka Rp14.001 per dolar AS. Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dodi Budi Waluyo mengklaim level depresiasi rupiah masih pada taraf wajar.
Ia menyebut level depresiasi rupiah Senin kemarin sebesar 0,40 persen. Tingkat depresiasi itu, kata Dody, lebih baik dibandingkan pelemahan yang dialami Rupee India, Zaar Afrika Selatan, Rubel Rusia, dan Lira Turki.
"Secara perlahan harus dijelaskan bahwa rupiah masih wajar, dan sama dengan perkembangan mata uang regional, dan tidak pada level nominal yang kebetulan sudah menembus batas psikologis Rp 14.000," ujar dia.
Menurut Dody, penyebab melemahnya rupiah pada Senin kemarin dikarenakan kembali menguatnya tekanan mata uang greenback atau dolar AS ke seluruh mata uang di negara-negara maju dan berkembang. Ia juga mengatakan depresiasi rupiah juga bisa terjadi akibat rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama sebesar 5,06 persen oleh Badan Pusat Statistik di bawah perkiraan konsensus pasar.
"Tapi penilaian BI terhadap pertumbuhan ekonomi masih baik dan akan mencapai rentang 5,1-5,5 persen di akhir tahun 2018,"tutur dia.
ADAM PRIREZA | ANTARA