BPK: Kemendag Tak Patuhi Aturan Tata Niaga Impor Pangan

Reporter

Antara

Selasa, 3 April 2018 19:35 WIB

ilustrasi beras

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengungkap sejumlah temuan hasil pemeriksaan pengelolaan tata niaga impor pangan oleh Kementerian Perdagangan. Berdasarkan temuan BPK, ada ketidakpatuhan beberapa pihak terhadap aturan perundang-undangan.

"Terkait dengan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT pada pemerintah pusat, hasil pemeriksaan yang signifikan antara lain pemeriksaan atas pengelolaan belanja dan pengelolaan tata niaga impor pangan," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II Tahun 2017 kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 3 April 2018.

Salah satu temuan BPK adalah izin impor 70.195 ton beras yang disebut tidak memenuhi dokumen persyaratan, melampaui batas berlaku, dan bernomor ganda. Kemudian impor 200 ton beras kukus yang juga tidak memiliki rekomendasi Kementerian Pertanian. Kemudian impor 9.370 ekor sapi pada 2016 dan 86.567,01 ton daging sapi serta impor 3,35 juta ton garam yang tidak memenuhi dokumen persyaratan.

Baca juga: BPK Sebut Masih Ada Masalah Kompetensi soal Profesionalisme Guru

Kementerian Perdagangan juga tidak memiliki sistem untuk memantau realisasi impor dan kepatuhan pelaporan oleh importir. Lalu alokasi impor untuk komoditas gula kristal putih, beras, sapi, dan daging sapi tidak sesuai dengan kebutuhan dan produksi dalam negeri.

Advertising
Advertising

Persetujuan impor (PI) 1,69 juta ton gula tidak melalui rapat koordinasi, sementara persetujuan impor 108 ribu ton gula kristal kepada PT Adikarya Gemitang tidak didukung data analisis kebutuhan.

Lalu penerbitan PI 50 ribu ekor sapi kepada Perum Bulog pada 2015 tidak melalui rapat koordinasi. Terakhir, penerbitan PI 97 ribu ton daging sapi dan realisasi 18.012,91 ton senilai Rp 737,65 miliar tidak sesuai atau tanpa rapat koordinasi dan/atau tanpa rekomendasi Kementerian Pertanian.

BPK menyimpulkan sistem pengendalian intern (SPI) Kementerian Perdagangan belum efektif memenuhi kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan. BPK merekomendasikan Kementerian Perdagangan mengembangkan Portal Inatrade dan mengintegrasikan dengan portal milik instansi atau entitas lain yang menyediakan data dokumentasi hasil koordinasi dan data rekomendasi.

Berita terkait

Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

5 hari lalu

Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

Manajemen BRIN angkat bicara soal adanya perintah pengosongan rumah dinas di Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

30 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Terkini: Setelah 'Tuyul' dan Pertalite Dicampur Air Ada Apa Lagi di SPBU Pertamina?, KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek New Generation

37 hari lalu

Terkini: Setelah 'Tuyul' dan Pertalite Dicampur Air Ada Apa Lagi di SPBU Pertamina?, KAI Operasikan KA Argo Bromo Anggrek New Generation

Kecurangan di SPBU Pertamina kembali terungkap. Setelah switch dispenser untuk kurangi takaran yang disebut tuyul dan Pertalite dicampur air, kini....

Baca Selengkapnya

Zulhas Musnahkan 11 Jenis Barang Impor Ilegal Senilai Rp 9,3 Miliar, Apa Saja?

38 hari lalu

Zulhas Musnahkan 11 Jenis Barang Impor Ilegal Senilai Rp 9,3 Miliar, Apa Saja?

Zulhas memimpin pemusnahan barang impor ilegal yang didapat dari pengawasan post border. Adapun total nominal barang itu mencapai Rp 9,3 miliar.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Sebut Program Rice Cooker Gratis Kementerian ESDM Abal-abal, Harus Diaudit BPK

40 hari lalu

Anggota Dewan Sebut Program Rice Cooker Gratis Kementerian ESDM Abal-abal, Harus Diaudit BPK

Program rice cooker gratis merupakan proyek hibah untuk rumah tangga yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Maksud PUPR Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, Kereta Ekonomi Generasi Baru

43 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Maksud PUPR Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, Kereta Ekonomi Generasi Baru

Berita terpopuler ekonomi bisnis sepanjang Jumat, 22 Maret 2024 yakni maksud PUPR sebut pembangunan IKN gerudukan dan was-was diperiksa BPK.

Baca Selengkapnya

Terkini: Prabowo Pernah Janji Bangun 3 Juta Rumah Gratis untuk Masyarakat, BPK Sudah Mengaudit Proyek Gerudukan IKN Sejak 2022

44 hari lalu

Terkini: Prabowo Pernah Janji Bangun 3 Juta Rumah Gratis untuk Masyarakat, BPK Sudah Mengaudit Proyek Gerudukan IKN Sejak 2022

KPU menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) unggul dalam Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

BPK Sudah Mengaudit Proyek Gerudukan IKN sejak 2022, Ini Hasilnya

44 hari lalu

BPK Sudah Mengaudit Proyek Gerudukan IKN sejak 2022, Ini Hasilnya

Pembangunan IKN di Kalimantan Timur yang dilakukan besar-besaran dan berkejaran dengan waktu,

Baca Selengkapnya

Terkini: PUPR Sebut Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, KFC dan Burger King hingga Popeyes Tebar Promo Paket Berbuka Puasa

44 hari lalu

Terkini: PUPR Sebut Pembangunan IKN Gerudukan dan Was-was Diperiksa BPK, KFC dan Burger King hingga Popeyes Tebar Promo Paket Berbuka Puasa

Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR Cakra Nagara mengatakan pembangunan IKN dilakukan gerudukan dan khawatir dengan pemeriksaan BPK.

Baca Selengkapnya

Pembangunan Infrastruktur di IKN Telan Biaya Rp 68 Triliun, PUPR Mengaku Was-was dengan Audit BPK

44 hari lalu

Pembangunan Infrastruktur di IKN Telan Biaya Rp 68 Triliun, PUPR Mengaku Was-was dengan Audit BPK

Kementerian PUPR mengaku was-was dengan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal pembangungan Ibu Kota Nusantara atau IKN.

Baca Selengkapnya