Kadin Sebut Sistem Perhitungan Pajak Tak Adil, Ini Sebabnya

Jumat, 2 Maret 2018 18:42 WIB

Karyawan menggunakan layaan Online Pajak di kawasan Kuningan, Jakarta, 30 November 2017. TEMPO/Nurdiansah

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah terbaru, yang secara sepihak menghitung besaran pajak bagi wajib pajak (WP) yang tak kooperatif, dinilai kalangan pengusaha sebagai hal yang tak adil. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simaronjang mengatakan peraturan menteri bernomor 15/PMK.03/2018 terlalu vulgar.

Sarman menuturkan aksesibilitas yang diterima otoritas pajak atas keuangan wajib pajak akan menimbulkan kecurigaan. “Seharusnya dibikin satu sistem sehingga tidak seolah-olah dimata-matai,” ujarnya saat dihubungi, Jumat, 2 Maret 2018.

Pernyataan Sarman itu merespons Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto. Ketentuan itu memberikan alternatif bagi petugas pemungut pajak atau fiskus untuk menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar bagi wajib pajak yang tak kooperatif.

Baca: Genjot Penerimaan, Ditjen Pajak Revisi Aturan Peredaran Bruto

Dalam peraturan tersebut, otoritas pajak dapat mengakses data informasi keuangan wajib pajak, salah satunya lewat transaksi perbankan wajib pajak. Kemudian petugas pajak dapat menentukan pajak yang harus dibayarkan. “Kan enggak adil juga,” ucap Sarman.

Advertising
Advertising

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan para wajib pajak yang memiliki usaha dan pekerjaan bebas tidak perlu khawatir dengan ditetapkannya PMK yang baru tentang perhitungan peredaran bruto itu. “Justru ini memberikan kepastian hukum,” tuturnya.

Hestu mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP), WP yang harus melaporkan pembukuannya adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Mereka wajib melakukan pembukuan dengan peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun. “Karena tarif 1 persen final, sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 46 Tahun 2013,” kata dia.

Para wajib pajak tidak perlu khawatir atas pemeriksaan tersebut. Pasalnya, kata Hestu, hanya segelintir wajib pajak yang akan diperiksa, yaitu wajib pajak yang tidak mempunyai pembukuan atau yang tidak mau meminjamkan pembukuan dan dokumen pendukungnya yang akan diperiksa. “Kan tidak semua WP kami periksa.”

Hestu menjelaskan, cara yang digunakan dalam pemeriksaan keuangan berdasarkan pasal-pasal dalam PMK. Dengan begitu, ia yakin kebijakan terbaru itu malah akan memberikan perlindungan kepada wajib pajak agar pemeriksa tidak sewenang-wenang.

Berita terkait

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

6 jam lalu

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

Penyaluran pendanaan AdaKami pada Januari-April 2024 mencapai Rp 4,6 triliun.

Baca Selengkapnya

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

18 jam lalu

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

Berikut ini rincian tiga jenis sumber penerimaan utama negara Indonesia beserta jumlah pendapatannya pada 2023.

Baca Selengkapnya

Tanggapan Heru Budi hingga Ketua Kadin DKI Soal UU DKJ yang Resmi Diteken Jokowi

20 jam lalu

Tanggapan Heru Budi hingga Ketua Kadin DKI Soal UU DKJ yang Resmi Diteken Jokowi

Heru Budi Hartono meyakini pengesahan UU DKJ adalah yang terbaik untuk Jakarta.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Terbang ke Doha, Pengusaha Patungan Beri Bonus Rp23 M untuk Timnas U-23

1 hari lalu

Erick Thohir Terbang ke Doha, Pengusaha Patungan Beri Bonus Rp23 M untuk Timnas U-23

Sejumlah pengusaha, yang diinisiasi oleh Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT), mengumpulkan dana Rp23 milar untuk Timnas U-23.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

4 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

4 hari lalu

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

Reaksi PBNU, PP MUhammadiyah, Kadin Terhadap Penetapan Prabowo - Gibran Pemenang Pilpres 2024 oleh KPU

Baca Selengkapnya

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

5 hari lalu

37 Tahun Rudy Salim, Pernah Menolak Denda 9 Mobil Mewah dari Bea Cukai

Pengusaha muda kelahiran 24 April 1987, Rudy Salim pernah menolak denda untuk 9 mobil mewah dari Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

5 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

5 hari lalu

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

Najeela Shihab menilai kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

5 hari lalu

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

KPK masih melakukan penyelidikan terhadap KPP Madya Jakarta Timur Wahono Saputro untuk kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Baca Selengkapnya