TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Menteri Susi dianggap merugikan pengusaha lokal. Banyak sekali atau hampir 75 persen kapal nelayan legal yang terdaftar (berizin) tidak bisa beroperasi karena tidak diberi surat layak operasi. Selain itu hampir semua unit pengolahan ikan kosong karena tidak ada pasokan. “Pengangguran nelayan dan buruh pengolahan ikan meluas,” kata Wajan Sudja, Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia saat berkunjung ke kantor redaksi Tempo Jumat 22 Mei 2015.
Direktur Utama PT Indonesia Mariculture Industries, Esther Satyono, mengatakan pemerintah tidak transparan dan pengusaha ikut dirugikan oleh moratorium. Evaluasi kapal eks asing sudah selesai tai hasilnya tidak pernah diumumkan. Kapal yang dianggap lolos evaluasi sebanyak 225 kapal menunggu kejelasan nasib. “Kami tetap tidak bisa berlayar mencari ikan,” kata Esther kepada Tempo. Yang membuat pengusaha khawatir, Menteri Susi malah memperpanjang moratorium hingga November 2015.
Sejak November tahun lalu, pemerintah memaksa stop operasi seluruh kapal buatan asing (kapal eks asing) atau moratorium kapal eks-asing. Aturan itu seharusnya habis pada akhir April 2015. Sebanyak 1.132 kapal eks-kapal asing milik 187 perusahaan lantas di analisis dan dievaluasi oleh Tim Satuan Tugas Anti Illegal Fishing.
Hasilnya sebanyak ada 907 kapal itu atau sekitar 80 persen dinyatakan didiskualifikasi karena terbukti melakukan beragam pelanggaran. “Selain itu 42 perusahaan yang tergolong melakukan pelanggaran sangat berat akan dicabut izinnya,” ujar Ketua Satgas Mas Achmad Santosa.
Achmad yang akrab disapa Ota ini menjelaskan, 42 perusahaan yang direkomendasikan dicabut izinnya telah terbukti melakukan pelanggaran sangat berat di antaranya kapal yang dimiliki bukan kapal Indonesia melainkan milik asing, anak buah kapal hampir seratus persen asing, serta adanya dugaan kerja paksa terhadap ABK. Melihat pelanggaran fantastis itu, Tim Satgas lantas merekomendasikan pemerintah membenahi regulasi, terutama Undang-Undang Perikanan yang masih bolong-bolong.
Ota mengatakan daftar 225 kapal eks asing belum dikeluarkan lantaran Tim masih melakukan evaluasi lanjutan. Mereka baru dianggap lolos aturan penggunaan anak buah kapal asing, alat tangkap tak ramah lingkungan, serta kelengkapan dokumen penangkapan maupun pengangkut ikan. Namun mereka belum dievaluasi dari aspek keuangan dan pajaknya. “Kami juga perlu mengecek aspek legalitasnya,” kataOta kepada Tempo kemarin.
AGUSSUP | DEVY ERNIS