TEMPO Interaktif, Jakarta -Siti Hardianti Rukmana atau disapa Tutut melalui tim pengacaranya mengatakan, dalam perjanjian Investment Agreement antaraTutut dengan Hary Tanoe Soedibyo, konversi saham 75 Persen PT Citra Televisi Indonesia (CTPI) baru dilakukan setelah perjanjian diselesaikan.
Namun sebelum perjanjian selesai Hary Tanoe sudah mengambil alih saham tersebut secara sepihak. Sehingga Tutut merasa seperti "dirampok" oleh Hary Tanoe. "Perjanjian belum selesai kemudian dia (Hary Tanoe) malah nyelonong bikin RUPS sendiri yang mengatasnamakan Tutut. Ini yang jadi persoalan," ujar Harry Pontoh, pengacara Tutut kepada wartawan di hotel Ambhara, Jakarta, hari ini (30/6).
Menurut Harry, dalam investment agreement yang dibuat Tutut dengan Hary Tanoe pada 23 Agustus 2002 lalu ada dua hal yang diatur. Salah satunya adalah restrukturisasi utang-utang Tutut. Kalau investment agreement tersebut selesai dilaksanakan, maka akan dilakukan konversi sampai dengan 75 persen saham.
Deni Kailimang, pengacara Tutut lainnya, menambahkan, dalam investment agreement itu tidak ada satu pun kata Tutut akan memberikan saham. "Yang ada (dalam perjanjian) kami akan memberikan 75 persen kalau sudah selesaikan semua investment agreement. Baru satu dia laksanakan udah ambil jadi landasan untuk konversi saham-saham itu,' ujar Deni.
Itulah, lanjut Deni, yang dikatakan pihaknya sebagai cacat hukum formil dan materil. "Saham itu untuk peralihannya perlu proses persetujuan seluruh pihak. Eh ini dia datang sendiri, ubah sendiri. Makanya kami merasa 'dirampok."
Menurut Harry, sejak tahun 2004 sebenarnya sudah ada pembicaraan untuk membatalkan investment agreement tersebut. Dia mengatakan, Tutut sempat menyatakan ke Hary Tanoe untuk membayar kembali utang-utangnya. "Sudah ada pembicaraan membatalkan itu. Pembicaraan masih berlangsung sudah dibuat RUPS 18 Maret 2005 seakan dibuat penyelesaiannya. Padahal tidak."
MUTIA RESTY