Sejumlah Ekonom Pertanyakan Moratorium Utang

Reporter

Editor

Rabu, 12 Januari 2005 15:42 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sejumlah ekonom meragukan hasil pertemuan pemerintah Indonesia dengan negara-negara kreditor Paris Club, yang membahas penundaan pembayaran utang. Para ekonom ini amat meyakini bahwa hasil pertermuan di Prancis ini tidak akan maksimal.Pernyataan itu disampaikan pada acara bertajuk : Kelemahan Kebijakan dan Strategi Tim Ekonomi Dalam Moratorium Utang, yang digelar di Hotel Kartika Chandra, hari ini.Hendri Saparini, ekonom dari Lembaga Econit, menyayangkan kecilnya jumlah utang yang ditunda.Permohonan Indonesia untuk menunda pembayaran utang sejumlah Rp 30 triliun, kata Hendri, amat minimalis. Padahal Indonesia layak mendapatkan moratorium sekitar Rp 80-100 triliun selama lima tahun. Moratorium itu sangat membantu prekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kecilnya jumlah utang yang ditunda itu, lanjut Hendri, karena, "Komposisi tim ekonomi pemerintah tidak mengarah ke perubahan ekonomi.”Hendri menegaskan bahwa tim ekonomi dijajaran kabinet kerap kali memperlihatkan kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat. Contohnya, kata dia, keputusan tidak mengubah Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2005 dan tetap ngotot mengusung stabilitas moneter. Ngotot menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kata Hendri, adalah contoh lain kebijakan yang mengabaikan rakyat kebanyakan itu. Dalam soal moratoirum utang dan Paris Club, kata Hendri, pemerintah seperti punya perencanaan dan strategi yang memadai. Sidang Paris Club, lanjutnya, merupakan level teknis yang seharusnya didahului dengan perundingan strategi. Pemerintah seharusnya merencanakan jangka waktu serta jumlah utang yang akan ditunda itu. “Tanpa itu hasilnya akan minimal,” kata dia. Kritikan senada juga disampaikan oleh Binny Buchori, ekonom dari INFID. Yang terjadi, kata Buchori, Indonesia hanya melakukan kesepakatan penjadwalan ulang pembayaran utang. Padahal, lanjutnya, Indonesia bisa mengajukan keringanan pembayaran utang berupa keringanan pokok, bunga, atau penghapusan sebagian utang. Jadi, “Ini tidak berarti apa-apa dan tidak patut dicatat sebagai keberhasilan negosiasi,” kata dia. Menurutnya, hasil pertemuan di Prancis ini sangat tergantung pada niat negara kreditor memberikan keringanan pada Indonesia. Sementara, lanjutnya, pemerintah sendiri tidak mengajukan skema tawaran itu secara jelas. Ia berharap, pemerintah juga menindaklanjuti tawaran Jerman dan Inggris memberikan penghapusan sebagian utangnya. Di tempat yang sama, ekonom Sri Edi Swasono mengingatkan pemerintah lebih berani bersikap mandiri. Menurutnya Indonesia harus belajar dari krisis moneter dan campur tangan lembaga keuangan internasional (IMF). "Sekarang pemerintah harus lebih berani. Bukan hanya meminta penundaan tapi pemotongan utang. Bangsa ini harus bangkit meminta haknya". Yandi Mr

Berita terkait

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

Nilai tukar rupiah yang melemah menambah beban karena banyak utang pemerintah dalam denominasi dolar AS.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

8 hari lalu

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

9 hari lalu

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

Erick Thohir mengarahkan agar BUMN membeli dolar secara optimal dan sesuai kebutuhan di tengah memanasnya geopolitik dan penguatan dolar.

Baca Selengkapnya

Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

10 hari lalu

Utang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah

BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia jumlahnya naik 1,4 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Bayar Utang Pupuk Subsidi Rp 10,4 Triliun, Jokowi: Tunggu Hasil Audit

26 hari lalu

Bayar Utang Pupuk Subsidi Rp 10,4 Triliun, Jokowi: Tunggu Hasil Audit

Presiden Joko Widodo tak menyangkal ada kekurangan membayar pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) soal utang pupuk subsidi.

Baca Selengkapnya

BI Laporkan Cadangan Devisa Indonesia Turun Jadi US$ 144 Miliar

52 hari lalu

BI Laporkan Cadangan Devisa Indonesia Turun Jadi US$ 144 Miliar

BI mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 senilai US$ 144 miliar.

Baca Selengkapnya

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.253 Triliun, Kemenkeu: Risiko Bunga, Kurs dan Jatuh Tempo Terkendali

54 hari lalu

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.253 Triliun, Kemenkeu: Risiko Bunga, Kurs dan Jatuh Tempo Terkendali

Jubir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, yakin utang pemerintah mencapai Rp 8.253,09 triliun per 31 Januari 2024 masih tergolong aman.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Komentar Bank Dunia soal Program Makan Siang Gratis, BRI Bagi Dividen Rp 48 T

57 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Komentar Bank Dunia soal Program Makan Siang Gratis, BRI Bagi Dividen Rp 48 T

Bank Dunia mengomentari program usungan Prabowo Subianto, yaitu makan siang gratis. Bank BRI akan membagikan dividen Rp 48 T.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: NASA Soroti Deforestasi IKN, Prabowo Yakin Indonesia Bisa Swasembada Energi dengan Singkong

58 hari lalu

Terpopuler Bisnis: NASA Soroti Deforestasi IKN, Prabowo Yakin Indonesia Bisa Swasembada Energi dengan Singkong

NASA dalam foto satelitnya menyoroti deforestasi yang terjadi di IKN.

Baca Selengkapnya

Utang Pemerintah Cetak Rekor Tertinggi di Era Jokowi

59 hari lalu

Utang Pemerintah Cetak Rekor Tertinggi di Era Jokowi

Utang pemerintah di era Jokowi menembus rekor tertinggi, mencapai Rp 8.253,09 triliun per Januari 2024.

Baca Selengkapnya