TEMPO.CO, Jakarta - Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 yang mengatur tarif taksi online mulai berlaku hari ini. Aturan ini mengenai tarif batas atas dan batas bawah taksi online, kuota taksi, dan balik nama surat tanda nomor kendaraan pengemudi taksi.
Perusahaan penyedia aplikasi transportasi seperti Uber Indonesia, Go-Jek Indonesia, dan Grab Indonesia belum menunjukkan sikap yang positif soal pelaksanaannya.
Head of Communication Uber Indonesia Dian Safitri mengapresiasi rencana pemerintah mengatur penetapan kuota, penyamaan tarif, dan balik nama. Namun, ia meyakini aturan-aturan itu akan membatasi akses masyarakat mendapatkan transportasi yang aman, mudah, dan dapat diandalkan.
Baca: KPPU : Tarif Batas Bawah Taksi Online Cuma di Masa Transisi
"Ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk menggalakkan ekonomi digital dan kerakyatan," kata Dian ketika dihubungi Tempo, Sabtu, 1 April 2017.
Menurut dia, pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah perlu memahami perbedaan model bisnis dan kebutuhan masyarakat di era teknologi saat ini. Dian pun menuturkan, pemerintah juga perlu melahirkan kebijakan publik yang progresif untuk dapat mendukung inovasi, kompetisi dan pilihan dalam mekanisme pasar yang bisa beradaptasi dengan perubahan.
"Kami percaya bahwa taksi, angkot, ojek dan pilihan transportasi berbasis aplikasi mobilitas seperti Uber dapat hidup dan berkembang secara berdampingan untuk memberikan pilihan mobilitas sesuai segmentasinya," kata Dian.
Lihat juga: Bali Tetapkan Tarif Batas Atas Taksi Online Rp 6.500 per Km
Ketika ditanya permasalahan yang sama, Go-Jek Indonesia dan Grab Indonesia enggan berkomentar. Manajemen Go-Jek menyatakan masih perlu berkoordinasi dengan tim internal perusahaannya. Sedang manajemen Grab mengatakan belum membaca dokumen resmi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Kami dalam posisi menunggu," kata Head of Publik Affair Grab Indonesia Nanu.
MAYA AYU PUSPITASARI