TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsyah mengatakan, nilai transaksi sertifikat deposito di pasar sekunder antar bank masih sangat kecil, hanya sebesar Rp 5,8 miliar. Padahal,
nilai penerbitan sertifikat deposito yang masih outstanding hingga Maret ini mencapai Rp 20,25 triliun.
"Selama ini, pelaku pasar ingin transaksi sertifikat deposito di pasar uang. Tapi kenapa hanya Rp 5 miliar? Karena tidak ada aturannya. Mereka khawatir dengan kepastian hukumnya," kata Nanang dalam konferensi persnya di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Maret 2017.
Baca Juga:
Baca: BI: Likuiditas Perbankan Awal Tahun Cenderung ...
Untuk mengatur jual-beli sertifikat deposito, BI n menerbitkan Peraturan BI Nomor 19 Tahun 2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang yang berlaku efektif per 1 Juli mendatang. "Dengan adanya PBI ini, terdapat kepastian untuk transaksi. Ada rambu-rambu dari BI mengenai bagaimana transaksi sertifikat deposito," tuturnya.
Sejak 2014, menurut Nanang, sebanyak 16 bank telah menerbitkan sertifikat deposito. Sertifikat deposito juga telah diterbitkan oleh semua jenis bank, baik bank umum maupun bank pembangunan daerah. Dalam waktu dekat, tiga bank
berencana untuk menerbitkan sertifikat deposito sebesar Rp 5,4 triliun.
Nanang berharap, dengan semakin banyaknya sertifikat deposito yang diterbitkan, transaksi sertifikat deposito akan meningkat. Apalagi, PBI yang mengatur perdagangan sertifikat deposito juga telah dikeluarkan. Namun, Nanang enggan merinci potensi peningkatan nilai transaksi sertifikat deposito. "Angkanya belum," katanya.
Simak:BUMN Belum Selesaikan Program BPJS, Menteri Rini: Akan Saya Getok
Namun ke depan, Nanang optimistis, nilai sertifikat deposito yang diterbitkan semakin besar. "Kan Rp 5,4 triliun tadi baru tiga bank. Padahal ada 106 bank. Kalau semuanya didorong menerbitkan sertifikat deposito, pasti akan besar. Tapi tentu tergantung kebutuhan bank itu sendiri," ujarnya.
Nanang menambahkan, bank memang harus terus didorong untuk menerbitkan sertifikat deposito karena pasar uang didominasi oleh penerbitan surat berharga BI dan transaksi pinjam-meminjam antar bank. "Kondisi ini tidak mendukung
pembentukan pasar uang yang dalam, likuid, dan efisien," katanya.
Menurut data BI, penerbitan surat berharga BI memiliki komposisi sebesar 42,69 persen dari transaksi di pasar uang. Komposisi pinjam-meminjam antar bank dalam mata uang asing mencapai 27,43 persen dan penerbitan surat
perbendaharaan negara 15,9 persen. Adapun komposisi penerbitan sertifikat deposito hanya sebesar 14,16 persen.
ANGELINA ANJAR SAWITRI