TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis pemerintah dapat mencegah penurunan investasi akibat proteksi ekonomi Amerika Serikat dengan penguatan ekonomi domestik. Pertumbuhan ekonomi yang diprediksi sekitar 5,1 beserta volume perdagangan internasional yang menguat, kata Sri Mulyani, dapat menggenjot pertumbuhan kredit.
Selain itu, pemerintah akan terus memperbaiki tingkat kemudahan dalam bisnis, infrastruktur, dan komposisi belanja dalam APBN. "Ekspansi kredit bisa disesuaikan dengan volume dan perkembangan dari sektor-sektor usaha ekonomi. Dilihat dari itu, kans untuk meraih pertumbuhan kredit lebih tinggi dari tahun lalu tentu lebih besar," kata Sri Mulyani di Hotel Ritz Carlton, Kamis, 26 Januari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan telah mematok pertumbuhan kredit di level 9-12 persen tahun ini. Target ini dapat tercapai apabila sektor usaha semakin percaya diri melakukan ekspansi pasca membaiknya harga komoditas.
Baca: Ditjen Pajak Limpahkan Kasus Faktur Fiktif ke Pengadilan
Sri Mulyani yakin investor luar masih menaruh harapan terhadap portofolio pasar uang rupiah. Pemerintah menjaga sentimen positif ini agar yield dan risikonya seimbang. "Sehingga mereka memiliki persepsi terhadap risiko yang lebih baik dan tak harus menciptakan yield yang tinggi," kata Sri Mulyani.
Komitmen Presiden Amerika Serikat Donald Trump melaksanakan kampanye proteksi ekonomi membuat ketidakpastian global berlanjut tahun ini. Donald Trump akan memberikan insentif pajak terhadap perusahaan yang semula menempatkan pabriknya di luar negeri agar kembali berinvestasi di Amerika Serikat.
Baca: Pemerintah Antisipasi Kebijakan Donald Trump
Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Tigor Siahaan memprediksi kebijakan fiskal Donald Trump termasuk kenaikan suku bunga bank sentral hingga tiga kali dalam setahun dapat memacu keluarnya dana modal (capital outflow) di beberapa negara. "Lower tax rate itu memicu capital outflow ke Amerika dan penguatan dolar," kata Tigor.
Penguatan dolar tak selamanya baik bagi Amerika karena akan memicu harga komoditas ekspor Amerika membengkak. Ketidakpastian inilah yang menurut Tigor harus dikelola oleh pemerintah. Salah satunya dengan mendongkrak investasi infrastruktur yang memacu produktivitas industri dalam negeri. "Posisi kita aman, fundamental ekonomi kalau dilihat dari defisit 2,4 perse sangat baik," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Kerjasama Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan sentimen investasi tumbuh di atas 12,4 persen sepanjang tahun lalu. Kendati demikian, Lembong khawatir menguatnya nilai tukar dolar pada semester kedua akan mengakibatkan hasil ekspor Indonesia di Amerika Serikat terasa sangat murah.
Lebih lanjut, Lembong memperkirakan Yen Jepang melemah dan Won Korea Selatan juga melemah. "Akibatnya wisatawan Korea lebih murah ke Bali daripada ke Hawaii, karena itu mesti ekstra cekatan," ujar Lembong.
PUTRI ADITYOWATI