TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia besar kemungkinan tidak akan bergabung dalam kerja sama Trans Pacific Partnership (TPP). Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintah Sekretariat Wakil Presiden Dewi Fortuna Anwar mengatakan bila Amerika Serikat menarik diri dari TPP, Indonesia tidak perlu menindaklanjuti keinginan bergabung.
Baca : Jokowi Minta Bos-bos BUMN Berinvestasi
"Jadi fokusnya lebih kepada kerja sama bilateral yang saling menguntungkan," kata Dewi usai menerima Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017. Di sisi lain, pemerintah juga sangsi bila Presiden Donald Trump akan benar-benar menjalankan kebijakan proteksionisme.
Dewi berpandangan, di era globalisasi saat ini setiap kebijakan Amerika Serikat akan berpengaruh terhadap negara lain. Namun dalam hal proteksionisme, Cina dinilai yang akan merasakan dampaknya lebih dulu. "Apa pun yang berdampak ke Cina akan berdampak juga ke Indonesia," ujarnya.
Baca : Menteri Puspayoga: Belanja Online Tidak Gilas Pasar Rakyat
Saat Amerika masih dipimpin Presiden Barack Obama, Indonesia berniat bergabung dalam TPP. Namun yang terjadi sebaliknya, Amerika malah memilih keluar dari kerja sama Trans Pasifik tersebut. Hal itu dilakukan tak lama setelah Presiden Trump dilantik.
Lebih lanjut, dari pertemuan antara Dubes Donovan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Dewi menuturkan, negara Abang Sam itu memilih mengedepankan perdagangan adil (fair trade). Langkah ini dianggap tidak lumrah lantaran selama ini Amerika penganut paham perdagangan bebas.
Baca : Jonan Pesimistis Proyek 35 Ribu MW Tuntas 2019
Menurut dia, perdagangan adil bisa dilakukan dalam tataran kerja sama bilateral. "Karena memang mudah negosiasi di bilateral. Kalau di tataran global semua harus patuh," ucapnya.
Dubes Donovan menyatakan tidak ada pembahasan mendalam ihwal TPP. Pertemuan dengan Kalla, ucap Donovan, untuk meningkatkan kerja sama bilateral. "Saya percaya dengan perdagangan yang adil akan memberi keuntungan bagi pekerja dan perusahaan Amerika," kata dia.
Ia menambahkan Amerika-Indonesia di bawah kepemimpinan Trump bisa memperkuat kerja sama bilateral di sektor penerbangan. Selain itu, sektor energi, seperti pembangkit, juga menjadi perhatian Amerika.
ADITYA BUDIMAN