TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah diprediksi kembali menguat setelah dolar Amerika Serikat secara umum masih tertekan di Asia. Hal ini sejalan dengan penguatan harga obligasi di sejumlah negara berkembang.
Sedangkan harga minyak mentah kembali turun setelah merespons data pasokan minyak beberapa negara pengekspor minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang naik tajam.
Baca: Rupiah Diperkirakan Menguat di Rentang Rp 13.390-Rp 13.338
“Namun indeks dolar masih stabil dengan kecenderungan menguat setelah survei jumlah pekerjaan Amerika naik signifikan,” ujar analis dari Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Rabu, 11 Januari 2017.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa, 10 Januari, ditutup di posisi Rp 13.320 per dolar Amerika. Rangga berujar, penguatan rupiah juga bersamaan dengan penguatan mayoritas kurs negara lain di Asia.
Sementara itu, penurunan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) juga diprediksi berlanjut, memanfaatkan kembalinya sentimen pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia. “Ruang penguatan rupiah masih tersedia, walaupun indeks dolar yang menolak turun lebih dalam semalam, bisa membatasi apresiasi rupiah pada hari ini,” kata Rangga. Terlebih, harga minyak juga mulai kehilangan momentum kenaikannya.
Baca juga: 2 Alasan Jokowi Akan Reshuffle Kabinet?
Rangga menambahkan, peluncuran peraturan yang mendorong relaksasi ekspor mineral masih ditunggu dan diprediksi bisa mendongkrak prospek ekspor serta pertumbuhan ke depan. “Di luar itu, investor juga menunggu kepastian dari isu reshuffle kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belakangan muncul ke permukaan,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH