TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Jepang membuka kemungkinan menurunkan suku bunga negatifnya sebagai bentuk kebijakan yang lebih agresif. Kebijakan ini diambil bila ada guncangan kuat dan memerlukan penguatan moneter Negeri Sakura.
“Bank of Japan (BoJ) tidak akan ragu memperdalam suku bunga negatif atau menambah pembelian aset yang saat ini jumlahnya sudah besar,” ujar Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda, seperti dilansir Reuters, Sabtu, 8 Oktober 2016.
Sebaliknya, kata Kuroda, pihaknya akan memperpanjang kebijakan suku bunga negatif jika guncangan eksternal memukul perekonomian dan membutuhkan pelonggaran moneter lebih lanjut. “Perekonomian bergerak naik dan turun dan pada tahap ini. Kami tidak berpikir itu perlu mengurangi suku bunga.”
Kuroda berujar, sementara BoJ tidak menargetkan nilai tukar mata uang untuk membimbing kebijakan moneternya. Bank sentral sedang memantau yen untuk bergerak perlahan karena dampaknya terhadap perekonomian.
Analis ekonomi dari Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, menyatakan rencana BoJ itu akan mendorong nasabah mengambil uang yang selama ini ditabung di bank untuk diinvestasikan di tempat lain. Di sisi lain, penurunan suku bunga Jepang akan memberikan sentimen positif kepada emerging market karena dana tersebut akan diinvestasikan di pasar negara berkembang.
Baca Juga:
Hans menuturkan dampak penurunan suku bunga Jepang tersebut memang tak terlalu signifikan. “Yang pasti, ada capital inflow masuk Indonesia. Meski harus kita akui bahwa investor terbesar di dunia tetap Amerika,” ujar Hans Kwee saat dihubungi, Senin, 10 Oktober 2016.
Hans mengatakan deflasi yang saat ini terjadi di Jepang memang menjadi momok bagi perekonomian. Jadi, ketika terjadi deflasi, mereka akan melakukan pembelian aset untuk diinvestasikan. “Itu upaya Jepang mengurangi deflasi, salah satunya menurunkan bunga negatif, sehingga orang mau bergerak dan melakukan investasi.”
REUTERS | DESTRIANITA