TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memberikan insentif kepada pengusaha bioskop yang transparan soal bisnisnya. Selama ini pengusaha bioskop dinilai tak transparan soal jumlah penonton, jumlah film yang diputar di tiap layar, dan kelas sosial penonton.
“Integrated box office system dan insentifnya sudah dibahas,” ujar Deputi VI Bidang Hubungan Antar-Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif Endah Sulistianti saat ditemui dalam acara Indonesia-Korea Cinema Global Networking di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2016.
Terkait dengan pemberian insentif, Endah menyebutkan bisa dalam berbagai macam bentuk. Kementerian Keuangan, misalnya, bisa memberikan fasilitas keringanan pajak penghasilan. Pemerintah provinsi bisa memberikan insentif dari sisi pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota melalui pajak hiburan. “Ini dilakukan agar pajaknya jelas dan transparan,” katanya.
Perihal pemberlakukan insentif ini, Bekraf menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat Pengembangan Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bekraf hanya akan bersinergi dengan Pusbang Film.
Soal sanksi, Endah mengatakan, bila mengacu pada undang-undang yang berlaku, aturan ini sebenarnya bersifat wajib. Pelaku bisnis bioskop wajib melaporkan jumlah penonton, baik melalui laporan tertulis maupun digital. Namun, dalam undang-undang tersebut tak disebutkan adanya sanksi. "Tapi kami sedang mengkaji kemungkinan adanya sanksi."
Endah berharap, dengan adanya integrated box office system ini, transparansi soal database dan data penonton bisa terlihat. Selama ini hanya Indonesia saja yang tak memiliki akses terhadap hal itu.
Menurut Endah, transparansi tak cuma berguna bagi pemerintah sebagai penerima pajak dan juga konsumen sebagai penonton tapi juga bagi produser film. Produser film bisa memiliki preferensi lebih lanjut untuk pengembangan filmnya jika tahu bagaimana tren dan data penonton. “Karena selama ini produser film kerap mencari datanya sendiri dengan nagih ke sinema-sinema,” katanya.
BAGUS PASETIYO