TEMPO.CO, Yogyakarta - Bank Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta merilis hasil survei kegiatan dunia usaha, yang mengindikasikan terjadinya penurunan pada triwulan pertama tahun 2016 dibanding triwulan IV tahun sebelumnya.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Hilman Tisnawan mengatakan penurunan kegiatan dunia usaha triwulan satu ini terlihat dari angka saldo bersih tertimbang yang terkontraksi sebesar minus 20,28 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang triwulan empat 2015 sebesar 8,43 persen. “Kontraksi utamanya terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai SBT minus 7,78 persen,” kata Hilman, Jumat, 29 April 2016.
Baca Juga:
Menurut dia, penurunan ini terjadi karena berakhirnya musim liburan akhir tahun sehingga mendorong konsumsi masyarakat secara normal. Saldo bersih tertimbang adalah perkalian antara saldo bersih dan bobot masing-masing sektor ekonomi. Saldo bersih dihitung dengan cara mengurangkan persentase responden yang menjawab “naik” dengan persentase responden yang menjawab “turun”. Bila hasilnya positif, itu artinya ekspansi. Sedangkan bila negatif, itu artinya kontraksi.
Survei kegiatan dunia usaha digunakan untuk melacak produk domestik bruto (PDB) dengan survei. Ini untuk melihat kegiatan ekonomi pada kuartal pertama dan memperkirakan kuartal berikutnya. BI mencatat meski terjadi penurunan, namun kapasitas produksi perusahaan di DIY justru meningkat.
Rata-rata kapasitas produksi pada triwulan pertama ini mencapai 76,97 persen atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 61, 63 persen. Peningkatan kapasitas produksi terjadi pada sektor industri pengolahan. Kinerjanya menunjukkan perbaikan, tandanya adalah peningkatan kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja.
Menurut dia, kegiatan usaha pada triwulan dua diperkirakan mengalami ekspansi. Pelaku usaha optimis karena nilai saldo bersih tertimbang dihitung sebesar 8,24 persen. Ini terjadi pada sektor pertanian dengan nilai saldo bersih tertimbang sebesar 6,63 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran 1,71 persen.
Sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi 1,40 persen. Musim panen dan pulihnya industri kegiatan konvensi, perjalanan intensif dan pameran dalam industri pariwisata diprediksi akan mendorong kenaikan permintaan pada sektor itu. “Bulan puasa dan tradisi mudik juga mendorong kenaikan permintaan,” kata Hilman.
Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia DIY, Ibnu Saleh, menyatakan dunia usaha pada triwulan pertama ini belum baik dan pasar belum bergerak. Penyebabnya ada banyak hal, di antaranya beban pajak dan kebutuhan biaya operasional. Industri padat karya merupakan kelompok industri yang paling terlihat dari penurunan itu. Dia mencontohkan pelaku industri tekstil, kulit, dan sarung tangan harus bekerja keras. Sebagian besar industri ini menggunakan bahan baku impor. “Produk pasar dalam negeri saat ini juga kalah dengan produk-produk impor,” kata Ibnu Saleh.
SHINTA MAHARANI