TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignatius Jonan mengatakan pertentangan antara layanan transportasi berbasis online dan transportasi konvensional bukan tentang penggunaan teknologi dan informasi. "Bukan perusahaan aplikasinya ya, tapi kendaraannya apakah ini beroperasi secara legal atau tidak," katanya saat sesi konferensi pers di kantornya, Selasa, 22 Maret 2016.
Menurut Jonan, Kementerian Perhubungan sama sekali tidak mempermasalahkan penggunaan sistem aplikasi dalam layanan transportasi online. "Justru ini sangat efisien, saya malah mendorong semua transportasi publik pakai teknologi informasi," ucapnya.
Jonan merasa keberatan dengan tuduhan sejumlah pihak bahwa dia dianggap tidak pro dengan penggunaan teknologi dan sistem informasi. "Saya menduga orang-orang berkepentingan menggeser ini seolah-olah Menhub tidak pro aplikasi online modern."
Baca Juga: Waspadai Sweeping, Manajemen Grab Larang Sopir Pakai Atribut
Jonan menjelaskan yang dipertentangkan adalah sarana transportasi yaitu mobil sebagai kendaraan umum, harus memenuhi syarat sebagaimana ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Kendaraan harus terdaftar, ada KIR, lalu sopirnya harus punga SIM A Umum bukan SIM A biasa," katanya.
Kendaraan tersebut didaftarkan dalam bentuk badan hukum, tidak bisa perorangan. Pendaftaran perizininan tersebut dapat diproses di Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Jonan mengatakan implementasi aturan tersebut berada di bawah koordinasi gubernur atau tingkat provinsi dan kabupaten/kota. "Yang harus tegas gubernur, di Bali dikeluarkan surat tilang kalau tidak terdaftar," katanya.
Menurut Jonan, bukan masalah juga jika kendaraan yang digunakan oleh taksi online dengan reservasi menggunakan plat hitam. "Ya daftarkan plat hitam nggak apa-apa kok, kendaraan rental juga bisa, silahkan aja," katanya.
Baca: Implementasi Perda Belum Efektif, IKM Masih Terpusat di Jawa
Pendaftarannya pun dapat berupa badan usaha bentuk koperasi, yayasan, atau PT. "Badan hukum bentuknya apa pun dan bagaimana pajak nanti kaitannya," kata Jonan.
"Kendaraan yang digunalan sebagai transportasi umum itu yang naik bayar dan syarat selanjutnya dari kepolisian harus menggunakan SIM A Umum," ujarnya. Bila ingin beroperasi Jonan menghimbau seluruh sopir tersebut harus dipastikan memiliki SIM A Umum, bukan SIM A biasa.
Jonan mengatakan untuk mencari jalan keluar konflik ini, besok Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Organda, dan perwakilan layanan online seperti Grab dan Uber akan bertemu menggelar konsensus. "Akan dibuat konsensus sepakatnya bagiamana, misalnya harus sepakat mendaftar, berapa lama waktunya, jangan diulur begini."
GHOIDA RAHMAH