TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha menyebut Pelabuhan Tanjung Priok kini menjadi pelabuhan termahal di kawasan Asia Tenggara. Penyebabnya adalah tarif progresif yang baru diterapkan oleh PT Pelabuhan Indonesia II. "Sudah tidak masuk akal, tarifnya jadi lebih mahal dari Singapura, padahal pelayanannya belum bagus," kata CEO Cikarang Dry Port Benny Woenardi di Jakarta, Rabu 16 Maret 2016.
Saat ini, tarif dasar storage peti kemas di pelabuhan Priok tergolong murah yakni hanya Rp 27.200 per petikemas 20 kaki dan Rp 54.400 per petikemas 40 kaki. Namun, Keputusan Direksi Pelindo II No. HK.568/23/2/1/PI.II/16 menetapkan tarif progresif 900 persen per hari mulai hari kedua.
Keputusan Pelindo itu, menurut Benny, membuat tarif pelayanan Pelindo menjadi mahal. Sebab, ia menjelaskan, 70 persen kapal bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok sekitar pukul 21.00-22.00 malam. Dengan proses bongkar muat yang mencapai 4-5 jam, barang baru turun dari kapal pada dini hari yang oleh Pelindo dihitung sebagai hari kedua dan dikenai tarif progresif 900 persen dari tarif dasar.
Dengan begitu, rata-rata penalti yang harus dibayar pengusaha Rp 244.800 per petikemas 20 kaki per hari atau Rp 489.600 per petikemas 40 kaki per hari. Jika dikonversi, pegusaha harus membayar sekitar US$ 20 untuk kontainer 20 kaki atau sekitar US$ 40 untuk kontainer 40 kaki. "Itu setara dengan di Singapura. Bedanya, mereka baru kenakan tarif setinggi itu pada hari keempat. Jadi kita lebih mahal," tutur Benny.
Kalangan pengusaha akan menyatakan keberatan atas penerapan tarif progresif ini. “Kami akan melakukan hearing ke DPR," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi.
Senada dengan Rico, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy juga direksi Pelindo II mencabut peraturan yang dibuatnya tersebut.
Menurut Ernovian, aturan lama mengenai tarif jasa penumpukan petikemas lebih mengakomodasi kepentingan pengusaha. Dalam beleid sebelumnya, proses bongkar pada hari pertama hingga ketiga gratis. Sedangkan untuk penumpukan kontainer di hari keempat sampai ketujuh dikenakan tarif 500 persen dan di atas 7 hari sebesar 700 persen. “Kita sebagai pengusaha juga tidak ingin kok barang menumpuk lama di pelabuhan,” ujarnya.
Sementara, PT Pelabuhan Indonesia II mengklaim pemberlakuan pinalti sebesar 900 persen terhadap peti kemas impor mulai hari kedua di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok itu telah cukup efektif menekan dwelling time. "Tarif baru ini telah berlaku mulai 1 Maret 2016 dan kami evaluasi, sejauh ini cukup efektif," kata Pelaksana tugas (Plt) Dirut Pelindo II, Dede R.Martin.
Penerapan tarif progresif penumpukan peti kemas impor itu, menurutnya juga tidak menyebabkan naiknya biaya logistik pelabuhan. Dede menyebut, aturan tersebut justru memberi efek jera bagi pemilik barang impor untuk tidak berlama-lama menimbun peti kemas di kawasan lini satu pelabuhan.
PINGIT ARIA