TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengatakan pemerintah perlu menurunkan harga bahan bakar minyak kembali. Alasannya, penurunan harga minyak dunia hingga kisaran US$ 30 per barel adalah momentum untuk membangun industri yang lebih produktif.
Enny menyebutkan jebloknya harga minyak mentah belakangan ini seharusnya menjadi momentum untuk membangun industri. “Yang sudah pasti, bagaimana segera melakukan industrialisasi yang didukung dengan energi murah sehingga mendukung persaingan di ASEAN," kata Enny saat dihubungi Tempo di Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.
Baca juga: Indef: Pertengahan Februari Harga Minyak Dunia Normal
Berbeda dengan tren penurunan harga minyak global pada 2015 dan 2016, menurut Enny, kali ini bukan disebabkan faktor sementara. "Penyebabnya lebih pada faktor fundamental, bukan gejolak politik atau konflik. Ini lebih pada faktor fundamental supply and demand," ucapnya.
Enny mengatakan suplai minyak naik signifikan sejak Amerika Serikat, yang biasa mengimpor, sekarang justru mengekspor minyak. Ditambah lagi, kata dia, Iran tidak lagi diembargo sehingga bisa memasok produksi minyaknya. "Dari sisi suplai ini meningkat luar biasa. Ini yang menyebabkan suplai ekses di tengah permintaan yang turun," ujarnya.
Dengan harga minyak yang rendah ini, kata Enny, pemerintah perlu menyiapkan strategi alternatif memanfaatkan momentum tersebut. Saat ini perlu peningkatan produksi dengan membangun industri di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Kita fokus sebagai basis produksi sehingga harus bisa mengundang investasi," ujarnya.
Baca juga: Pengamat Taksir Pertumbuhan Ekonomi Lebih Rendah
Salah satu syaratnya, ujar Enny, membuat ketersediaan energi dan bahan baku (raw material) yang murah. "Ini yang harus kita manfaatkan karena harga komoditas rendah dan energi murah," katanya.
Enny mencontohkan, ekspor karet dapat diiringi percepatan pembangunan industri ban dan plastik. "Ini keuntungannya luar biasa, bisa untuk substitusi impor, membuka lapangan kerja, dan komoditas yang tidak laku bisa diserap untuk industri," tuturnya.
Menurut Enny, apabila harga energi di ASEAN lebih murah dan di Indonesia lebih mahal, justru akan memukul sektor riil di Indonesia. "Ini manfaatnya kalau kita segera melakukan penyesuaian kembali terhadap harga energi. Bisa mendorong industri dan bahan baku yang murah," ujarnya.
ARKHELAUS WISNU