TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki perdagangan awal pekan di Bursa Efek Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak bervariasi dengan kecenderungan melemah.
Menurut analis dari PT First Asia Capital, David Sutyanto, kecenderungan pelemahan itu karena masih adanya imbas rencana bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) menaikkan suku bunga acuan (Fed Rate).
"Ada peningkatan risiko capital outflow seiring rencana kenaikan tingkat bunga The Fed akhir Desember ini," kata David dalam keterangan tertulis, Senin, 9 November 2015.
David memperkirakan IHSG bergerak dengan support pada 4.510 dan resisten di 4.590. Pada perdagangan akhir pekan lalu, IHSG berlangsung kurang bergairah dengan nilai transaksi di pasar reguler hanya Rp 2,88 triliun.
Ini jauh menurun dibanding rata-rata harian selama sepekan sebesar Rp 3,82 triliun. "Sentimen negatif yang mendorong koreksi indeks adalah data cadangan devisa Indonesia akhir Oktober lalu yang turun US$ 1 miliar menjadi US$ 100,17 miliar," ucap David.
David menjelaskan, dalam sepekan, IHSG menguat 2,5 persen setelah pekan sebelumnya terkoreksi 4,25 persen. Sedangkan rupiah menguat 0,65 persen atas dolar Amerika Serikat menjadi 13.550.
Menurut David, sentimen pasar yang menggerakkan IHSG sepekan kemarin berasal dari domestik menyusul rendahnya tingkat inflasi Oktober 2015, penguatan rupiah atas dolar AS, dan prospek penurunan tingkat bunga.
"Sedangkan dari eksternal, pasar digerakkan dengan sentimen stimulus Cina dan zona Euro serta kekhawatiran kenaikan tingkat bunga The Fed akhir tahun ini."
MAYA AYU PUSPITASARI