TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan pewarna alami menjadi nilai tambah untuk batik Indonesia, demikian dikatakan Direktur Jenderal Industri Kecil-Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah.
Euis mengatakan keberagaman tanaman yang dimiliki Nusantara sebagai bahan baku pewarna menjadi keunggulan tersendiri, yang mampu memacu wirausaha baru.
“Keuntungannya, perajin leluasa terus mengembangkan warna alam dan diterapkan ke batik yang diproduksi,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima di Bandung, Jumat, 2 Oktober 2015.
Jumlah usaha skala pembatikan IKM di Indonesia saat ini tercatat 39.641 unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 916.783 orang dan nilai produksi sebesar US$ 39,4 juta serta total nilai ekspor sebesar US$ 4,1 juta. Pemerintah juga mengapresiasi Yayasan Batik Indonesia yang telah berperan penting dalam mewujudkan transformasi kultural menuju modernisasi masyarakat batik, baik sebagai perajin, fashion designer, maupun pengguna.
Ketua Yayasan Batik Indonesia Jultin Ginandjar Kartasasmita menegaskan, organisasinya terus mendukung pembatik agar bisa memakai pewarna alami.
"Kami mendukung agar para perajin dan pelaku usaha mulai mengurangi atau bahkan tidak lagi memakai pewarna kimia yang tidak ramah lingkungan," ujarnya.
ANTARA