TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar, menyatakan dana desa rawan diselewengkan. "Terang rawan," kata Bahrullah di kantornya, Rabu, 26 Maret 2015.
Menurut Bahrullah, kerawanan dalam penyaluran dana desa ini sejak di perencanaan, pengelolaan, hingga pelaporan. "Contoh di APBD DKI. Itu dari perencanaannya sudah menyimpang. Jangan sampai dana desa juga begitu," ujarnya. Begitu juga dalam pengelolaan dana dan pelaporan.
Bahrullah menjelaskan, sampai saat ini, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi belum menyusun pedoman dalam penggunaan dan pelaporan dana desa. Hal ini, menurut dia, rawan dikriminalkan, sebab aparat desa akan kesulitan menyusun pertanggungjawaban yang benar. "Padahal ini yang tidak sengaja, karena ketidakmampuan saja bisa berakibat penjara," tuturnya.
Selain itu, menurut Bahrullah, pemerintah juga harus mewaspadai munculnya desa-desa baru setelah dana desa mulai mengucur. "Di berbagai daerah, ada namanya kampung, marga, nagari. Itu bisa saja nantinya jadi desa juga. Ini harus diantisipasi," katanya.
Menurut Bahrullah, ada 72.944 desa di Indonesia. Setiap desa itu setidaknya akan mendapat dana Rp 800 juta dalam setahun. Kementerian terkait, menurut dia, harus berusaha agar masyarakat, terutama perangkat desa, dapat mengelola dana itu dengan baik, sehingga manfaatnya terhadap pembangunan pun optimal. "Masih ada waktu, setidaknya tiga bulan ini untuk mensosialisasikan perencanaan, pengelolaan, hingga pertanggungjawaban dana desa," ujarnya.
PINGIT ARIA