TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengeluhkan ekonomi berbiaya tinggi pada industri properti di Jakarta. "Ekonomi berbiaya tinggi terjadi pada pengembang yang membangun rumah menengah ke bawah," kata Djan dalam pesan singkatnya, Selasa, 22 Januari 2013.
Ekonomi biaya tinggi tersebut, kata Djan, disebabkan keputusan Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang menghapuskan berbagai insentif bagi pengembang yang membangun rumah kelas menengah ke bawah seperti rumah susun sewa. Kebijakan tersebut dilakukan sejak masa kepemimpinan Fauzi Bowo.
Selain itu, menurut Djan, ekonomi berbiaya tinggi pada sektor properti Jakarta juga disebabkan Pemerintah DKI telah mempersulit proses perizinan pembangunan rumah menengah ke bawah. "Misalnya, ketentuan mengenai ketinggian lantai bangunan yang dibatasi dengan ketetapan luas bangunan yang rendah dan kewajiban pengembang untuk membangun fasilitas umum dan sosial sebelum membangun rumah," katanya.
Seluruh hal tersebut, kata Djan, memberatkan pengembang perumahan menengah ke bawah. Sebab, harga pembangunan rumah jadi tidak sebanding dengan patokan harga jual rumah yang telah ditetapkan pemerintah.
"Mudah-mudahan Gubernur DKI Jakarta yang baru bisa melakukan terobosan untuk mempermudah izin pembangunan rumah kelas menengah ke bawah dan mengembalikan berbagai insentif yang diberikan ke pengembang seperti saat kepemimpinan Sutiyoso," kata Djan.
Sebelumnya, laporan Urban Land Institute menyebutkan bahwa Jakarta telah menjadi kota yang paling menarik sebagai tempat berinvestasi properti. Predikat tersebut mengalahkan Singapura yang selama ini dianggap sebagai tempat paling prospektif untuk bisnis properti.
Menurut Djan, hal itu disebabkan pertumbuhan ekonomi nasional yang terus tumbuh 6 persen. Beberapa negara lain justru mengalami perlambatan pertumbahan ekonomi. Ini membuat investor asing seperti dari Malaysia dan Arab Saudi tertarik berinvestasi di Indonesia.
Dampak pertumbuhan ekonomi juga dinilai Djan membuat daya beli masyarakat menguat. Akibatnya, dia menambahkan, kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan papannya mendapatkan prioritas, dari yang sebelumnya hanya memikirkan sandang dan pangan. "Hal ini membuktikan pemerintah berhasil meningkatkan daya beli masyarakat," katanya.
RAFIKA AULIA