TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia bakal lebih memperketat pengawasan kepada perusahaan tercatat yang berpotensi didepak dari bursa atau delisting. “Kami ingin lebih keras ke depannya,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2012.
Ia mengatakan secara umum, apabila selama dua tahun tidak memiliki tanggung jawab sebagai perusahaan publik atau laporan keuangannya disclaimer, emiten bisa langsung didepak dari bursa. Ditambah lagi bila perusahaan tersebut tidak kooperatif.
Jika hal itu terjadi, menurut ia, bursa akan segera memprosesnya melalui komite pencatatan. Emiten itu pun bakal segera delisting. Namun ia mengakui kadang ada kebijakan di luar prosedur tersebut. “Misalnya selama satu tahun emiten tidak memiliki going concern, namun setelah itu emiten tiba-tiba kooperatif. Kami pun langsung mempertimbangkan lagi apakah perusahaan itu patut keluar bursa atau tidak,” katanya.
Bahkan, bursa akan melakukan tindakan yang lebih ekstrem lagi. Apabila dalam satu tahun suatu perusahaan tidak menunjukkan going concern, bursa bisa langsung memproses untuk dilakukan delisting ke komite pencatatan. “Jangan sampai publik atau investor tidak memiliki akses terhadap informasi perusahaan.”
Dia mencontohkan PT Katarina Utama Tbk. Perusahaan yang baru saja berganti nama PT Renewable Power Indonesia Tbk itu tidak memiliki tanggung jawab sebagai perusahaan publik. Perdagangan saham emiten dengan kode efek RINA itu pun diberhentikan sejak September 2010.
Menurut Hoesen, September mendatang, bursa pun akan mengambil keputusan terkait keberlangsungan Katarina Utama di lantai bursa. “Akhir-akhir ini, Katarina baru saja mengirimkan laporan keuangannya. Namun tidak ada juga kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan tersebut,” katanya.
Hal yang serupa terjadi pada PT Surya Intrindo Makmur Tbk. Emiten alas kaki ini sudah diberhentikan perdagangannya sejak Oktober 2010. Namun bedanya, perusahaan masih berupaya untuk memberikan informasi terbaru kepada otoritas bursa.
Dia mengatakan, ketika dipanggil, perusahaan sempat mengajukan penambahan bisnis selain melakukan konveksi sepatu. Surya Intrindo menginginkan bermain di industri properti. Namun dalam perjalanannya, usaha baru itu belum juga berjalan. Kendalanya, sampai sekarang perusahaan belum mendapatkan izin tata ruang meski sudah memiliki lahan untuk digarap.
Ketika ingin bermain di bisnis properti, Hoesen mengatakan, perusahaan malah melaporkan akan mendapatkan kontrak cukup besar dari bisnis alas kakinya. “Kami tetap meminta progres dari perusahaan ini,” katanya.
Beda lagi dengan PT Davomas Abadi Tbk. Emiten yang diberhentikan perdagangannya sejak Maret lalu sampai saat ini masih memiliki pendapatan yang lumayan tinggi. Dari laporan keuangan 31 Maret 2012, emiten dengan kode efek DAVO itu membukukan pendapatan sebesar Rp 358,8 miliar. Sementara perusahaan merugi sebanyak Rp 130,5 miliar sampai Maret 2012.
SUTJI DECILYA
Berita Terpopuler:
Dinas Kesehatan ''Sentil'' Iklan Klinik Tong Fang
Seks di Kampung Atlet Olimpiade
Kasus Simulator SIM, Pemimpin KPK Disadap Polisi?
Rhoma Bebas, Ini Komentar Artis Dangdut Jatim
Van Persie Dicemooh Fans Arsenal
PKS Tak Konsisten? Ini Tanggapan Anis Matta
Wanita Ini Tikam Calon Suami di Hari Pernikahan
Detik.com Tak Bisa Diakses Karena Listrik Meledak
Pemimpin KPK Tahu Disadap Polisi
Soal Ceramah, Rhoma Irama Kutip Ucapan Jimly