TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengaku punya alasan khusus menyebut Perum Produksi Film Negara (PFN), BUMN yang memproduksi film Si Unyil, itu sudah "mati". Dahlan juga tidak ingin perusahaan BUMN yang sehat mengakusisi PFN." Itu sudah mati, tapi belum dikubur" kata Dahlan, Senin, 30 April 2012.
Menurut Dahlan, setidaknya ada tiga alasan mengapa ia menyebut PFN sudah mati. Pertama, industri film itu menuntut kreativitas dan perlu kompetensi tinggi. Jika masuk ke BUMN tidak bisa." kata Dahlan. "Di BUMN, semua bisa terkungkung."
Kedua, industri film harus bebas, tak mungkin terkungkung dalam sistem negara yang ada di dalam BUMN. Adapun yang ketiga, industri film harus independen, jadi tak mungkin diambil alih ke perusahaan BUMN hanya untuk menyelamatkan PFN.
Apalagi, kata Dahlan, kondisi PFN sesungguhnya sudah bangkrut sejak lama. PFN dinilai tidak bisa bersaing dengan perusahaan film swasta. Kalau negara tetap mengelola industri ini, artinya bisa saja karena negara tersebut menganut sistem komunis."Kalau di komunis, dimana semua sistem diatur dan dikuasi negara itu baru bisa. Nah, di sistem kita, ketiga hal kreatif, bebas, dan independen tidak akan bisa dimiliki kalau industri film ada di dalam BUMN," ujarnya. .
Saat ini, semua film nasional yang pernah diproduksi PFN akan diarsipkan dan menjadi milik publik. Pilihanya ada tiga, yakni Arsip Nasional, Perpustakaan Nasional atau Museum Nasional. "Tapi saya cenderung ke Arsip Nasional,” kata mantan Direktur Utama PLN ini. "Kebetulan sekarang barang-barangnya sudah ada di sana, di Arsip Nasional, cuma sifatnya baru dititipkan di sana. Nah, nanti akan kita serahkan sepenuhnya di sana.” Setelah dititipkan, artinya PFN tidak mempunya kekayaan kebudayaan lagi.
PFN adalah BUMN yang memfokuskan diri pada pembuatan film cerita dan dokumenter. Perjalanan PFN dimulai dengan pendirian perusahaan perfilman oleh Albert Ballink pada 1934. Perusahaan ini bernama Java Pasific Film, tetapi pada 1936 berubah menjadi Algemeene Nederlands Indiesche Film (ANIF). Setelah berulang kali berganti nama dan status, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1988 yang dikeluarkan pada tanggal 7 Mei 1988 mengesahkan produsen film itu berganti nama menjadi Perusahaan Umum Produksi Film Negara. Saat ini, PFN terancam ditutup dan mempunyai hutang hingga milyaran rupiah.
RINA WIDIASTUTI | SUNDARI
Berita terkait
Dahlan Iskan: PFN Sudah Mati tapi Belum Dikubur
Dahlan dan Gulai Kambing Kalimantan untuk Wartawan
Dahlan Ingin si Unyil Jadi Milik Publik
Dahlan Iskan Beri Santunan Pak Raden Rp 10 Juta
Dahlan Iskan Janji Bantu Kebutuhan Pak Raden
Sakit, Tiap Bulan Pak Raden Keluarkan Rp 2 Juta