TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah tidak mampu menurunkan gejolak harga gula yang telah mencapai kisaran harga Rp 9500 - 10.500 per kg dalam dua minggu terakhir. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan harga gula dalam negeri tidak bisa jauh berbeda dengan harga gula internasional. "Biasanya 20 persen di bawah atau di atas harga internasional," ujarnya dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (28/8).
Pemerintah tidak memiliki instrumen penurunan harga sehingga pembentukan harga sangat dipengaruhi mekanisme pasar. Kondisi ini berbeda dengan beras yang memiliki simpanan stok beras di bulog dan subsidi raskin. "Meskipun harga beras sempat gejolak, kita tidak ikut gejolak. Itu masalah instrumennya ada," tambahnya.
Penurunan harga gula sulit dilakukan dan pemerintah hanya dapat menahan harga gula agar tidak terus menanjak. "Menurunkan harga sulit, meredam gejolak harga sangat mungkin dilakukan," kata dia. Instrumen penurunan harga membutuhkan konsekwensi dan pembahasan anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat. "Harus ada anggaran dan kami belum sampai di situ," kata Mari.
Senin mendatang pemerintah akan mengadakan rapat koordinasi dan mengambil langkah agar kenaikan harga dalam negeri tidak 100 persen mengikuti harga internasional. "Harga dalam negeri belum sampai 50 persen, kenaikan harga internasional lonjakannya luar biasa," ujar Mari.
Harga gula di pasar internasional melonjak hampir 100 persen dalam 8 bulan terakhir. Pada Januari harga gula mencapai US$ 330 per ton dan terus menanjak hingga US$ 550 per ton.
VENNIE MELYANI