TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat yang memiliki harta tetapi tidak mengikuti program amnesti atau pengampunan pajak, agar melaporkannya dalam SPT Tahunan, demikian imbauan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, mengatakan bahwa masyarakat yang masih memiliki harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT Tahunan, dan wajib pajak tidak mengikuti program amnesti pajak, selama belum dilakukan pemeriksaan, wajib pajak masih dapat melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan harta tersebut serta penghasilan dan pajak yang harus dibayar.
Baca Juga:
Dia menegaskan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan menunjukkan konsistensi kebijakan, dan memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak (WP).
“PP ini memberikan rasa keadilan bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan selama ini dengan benar, termasuk bagi peserta program Amnesti Pajak melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum melaksanakan kewajiban pajak dengan benar namun tidak mengikuti program amnesti pajak,” bunyi siaran pers yang dikutip dari situs resmi setkab.go.id, Jumat, 22 September 2017.
Baca: Wajib Pajak Diberi Kesempatan untuk Membetulkan SPT
Hestu menegaskan, PP ini tidak berlaku bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau memiliki penghasilan dari warisan dan/atau hibah yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pewaris dan/atau pemberi hibah.
Keberpihakan juga ditunjukkan melalui skema tarif pajak penghasilan final pada PP ini, dimana WP Badan maupun orang pribadi yang memiliki:
a. penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas hingga Rp 4,8 miliar;
b. penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas paling banyak Rp 632 juta;
c. penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas paling banyak Rp 632 juta, dan
d. penghasilan bruto yang bersumber dari usaha dan/atau pekerjaan bebas hingga Rp 4,8 miliar,
diberikan tarif lebih ringan 12,5 persen dibandingkan dengan tarif yang dikenakan kepada WP Badan (25 persen) dan WP Orang Pribadi (35 persen).
Terkait WP yang sudah mengikuti program amnesti pajak, Hestu menjelaskan, tidak ada batas waktu penetapan mengenai harta bersih ditemukan yang dianggap penghasilan, atau harta bersih tambahan yang diungkapkan dalam SPH dianggap sebagai penghasilan tahun pajak 2016.