TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melaporkan 21 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diproyeksikan sampai akhir 2017 tidak menyetorkan dividen. Alasannya mengalami kerugian berulang atau akumulasi rugi. Salah satunya adalah maskapai penerbangan plat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR hari ini mengatakan alasan Garuda Indonesia belum mampu membayar dividen karena kalah dalam persaingan usaha dan inefisiensi.
"Tentu akan kami periksa, kalau keputusan investasi salah akan menimbulkan kesalahan serius, kalau soal kompetisi industri bisa diperbaiki, dan kalau terkait fundamental seperti tata kelola akan kami kelola lebih baik lagi," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2017.
Simak: Laba Bersih Turun, Lion Bayar Dividen Rp 40 per Saham
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menuturkan alasan kerugian itu di antaranya adalah inefisiensi dalam operasionalnya hingga kekuatan sumber daya manusia (SDM) yang tidak cukup mampu menopang perusahaan. "Monitoring, pengawasan, dan pembinaan tetap ketat, mungkin tinggal eksekusinya," katanya.
Imam berujar ke depan pihaknya berkomitmen untuk bisa memberikan kontribusi yang lebih baik lagi. "Semester 1 memang gede itu Garuda, total kerugian sekitar Rp 3 triliun," ucapnya. Namun, Imam menolak memberikan rincian kerugian termasuk untuk BUMN lain yang juga mengalami kinerja negatif. "Itu kan belum data audit, ada BUMN yang revenue side-nya tidak di semester I tapi semester II, makanya coba kita lihat nanti."
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan perkembangan Garuda Indonesia tidak baik jika dibandingkan dengan maskapai nasional di negara-negara lain. "Harusnya Garuda bisa lebih dari itu," katanya.
Menurut Roy, salah satunya dibutuhkan kebijakan dan kesepakatan jelas tentang segmen pasar Garuda Indonesia. "Harus jelas ke mana mau high class atau ke segmen bawah, perlu dipertegas, kalau tidak jadi nanggung seperti sekarang." Dia menambahkan perlu juga diberikan regulasi untuk belanja operasional perusahaan agar tetap efisien. "Seperti soal pembelian pesawat harusnya ada arahan, bukannya Garuda dibebaskan membeli tipe pesawat sendiri," ujarnya.
Berikut ini BUMN yang diproyeksikan sampai akhir tahun 2017 tidak menyetorkan dividen karena mengalami kerugian berulang atau akumulasi rugi:
A. BUMN rugi operasional karena kalah persaingan dan efisiensi adalah:
1. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
2. Perum Bulog
3. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
4. PT PAL
5. PT Dok Perkapalan Surabaya (Persero) Tbk
6. PT Indofarma (Persero) Tbk
7. PT Balai Pustaka (Persero)
8. PT Boma Bisma Indra (Persero)
9. Perum PEN
10. PT Berdikari (Persero)
B. BUMN dalam proses restrukturisasi di antaranya:
1. PT Nindya Karya
2. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
3. PT Kertas Kraft Aceh (Persero)
4. PT Survey Udara Penas (Persero)
5. PT Industri Sandang Nusantara (Persero)
6. PT Iglas (Persero)
7. PT Kertas Leces (Persero)
8. PT Djakarta Lioyd (Persero)
9. PT Istaka Karya (Persero)
10. PT Varuna Tirta Prakarsya (Persero)
11. PT Primissima (Persero)
GHOIDA RAHMAH