TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi neraca perdagangan Agustus 2017 akan kembali surplus, meskipun nilainya terbatas atau tak seperti Juni 2017 yang mencapai US$ 1,6 miliar.
"Angka surplus di bulan Agustus antara US$ 550-700 juta dolar," ujarnya, saat dihubungi Tempo, Selasa, 15 Juli 2017.
Simak: INDEF Sebut Stabilisasi Harga Pangan 2017 Hanya Semu
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2017 mengalami defisit US$ 0,27 miliar. Adapun total ekspor Indonesia pada Juli sebesar US$ 13,62 miliar, sementara total impor US$ 13,89 miliar. "Outlook neraca perdagangan lebih dipengaruhi oleh tren kenaikan harga komoditas dan membaiknya permintaan ekspor dari negara tujuan ekspor utama seperti China, Jepang dan India," katanya.
Bhima mengatakan pada Juli kemarin, ketiga negara tersebut mencatatkan kenaikan ekspor dibandingkan bulan sebelumnya. Menurut dia, defisit neraca perdagangan disebabkan oleh karena beberapa hal, utamanya yaitu kenaikan impor yang cukup signifikan terutama impor bahan baku/penolong dan barang modal.
BPS mencatat impor barang modal meningkat 62,57 persen (month to month) menjadi US$ 2,36 miliar, sedangkan impor bahan baku/penolong meningkat 40,79 persen (month to month) menjadi US$ 10,43 miliar. "Itu membuktikan bahwa industri pengolahan sebenarnya kembali melakukan aktivitas produksi yang normal pasca libur panjang Lebaran," ucapnya.
Bhima melanjutkan, kenaikan tersebut juga sebagai pertanda bahwa industri pengolahan mulai bergerak dan berekspansi, namun berorientasi ekspor. "Kuat dugaan juga karena proyek infrastruktur juga impor naik signifikan."
Hal itu tampak pada kenaikan impor mesin dan peralatan mekanik yang nilainya mencapai US$ 618 juta atau naik 47,4 persen dibandingkan Juni 2017. Begitu pula dengan mesin dan peralatan listrik yang meningkat 50,58 persen. "Keduanya berkaitan erat dengan barang-barang yang digunakan untuk proyek konstruksi," katanya.
Sementara itu, untuk impor barang konsumsi tercatat menurun 3,15 persen menjadi US$ 1,09 miliar, seperti impor golongan buah-buahan yang menurun menjadi US$ 61,2 juta dan sayuran US$ 96,1 juta. "Kalau impor konsumsinya turun itu bisa diartikan daya beli masyarakat pasca lebaran menurun," ujarnya.
Bhima berujar untuk kinerja ekspor Indonesia memang mengalami kenaikan sebesar 16,83 persen dibandingkan Juni 2017. Namun, nilai ekspornya lebih kecil jika dibandingkan posisi Mei dan Maret 2017. Menurut Indef, hal itu berarti kinerja ekspor belum sepenuhnya meningkat, sebab angkanya masih bergerak fluktuatif. "Selama bulan Juli ekspor migas juga terbilang rendah sehingga tidak bisa menopang kinerja ekspor secara keseluruhan."
GHOIDA RAHMAH