TEMPO.CO, Jakarta - Impor kapal laut dan bangunan terapung naik 126,26 persen selama semester pertama 2017 dan nilainya telah mencapai 81 persen dari realisasi impor sepanjang 2016, seperti dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan data BPS, nilai impor kapal laut dan bangunan terapung pada periode Januari-Juni 2017 mencapai US$ 807,3 juta. Adapun pada periode Januari-Juni 2016, nilai impor kapal dan bangunan terapung mencapai US$ 356,8 juta.
Secara bulanan, pada Juni 2017, nilai impor kapal laut dan bangunan terapung mengalami lonjakan dibandingkan dengan Mei 2017. Nilai impor kapal laut dan bangunan terapung naik 295,51 persen secara bulanan menjadi US$ 229 juta per Juni 2017.
Sementara itu, dalam tiga tahun terakhir tren impor kapal laut dan bangunan terapung cenderung melandai. Secara berturut-turut, nilai impor kapal laut dan bangunan terapung pada 2014, 2015, dan 2016 masing-masing sebesar US$ 1,21 miliar, US$ 1,10 miliar, dan US$ 990,2 juta.
Baca: Impor Sayuran Terus Meningkat hingga Rp 523 Miliar
Kenaikan nilai impor kapal laut pada tahun ini disebabkan oleh antara lain insentif pajak yang diberikan pemerintah sejak 2015. Insentif diberikan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 yang mengatur alat angkutan tertentu yang tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN).
Dalam beleid itu disebutkan alat angkut yang tidak dikenakan PPN mencakup kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang dan suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran.
Sebelumnya, pada Senin, 17 Juli 2017, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menyatakan impor kapal laut dan bangunan terapung mengalami peningkatan tertinggi.
“Kalau dilihat, impor nonmigas golongan barang HS dua digit yang mengalami peningkatan tertinggi adalah impor kapal laut dan bangunan terapung, lalu sayuran sebesar 44,14 persen month-to-month,” katanya.