TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ada format baru pendanaan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek sehingga membuat adanya penghematan sebesar Rp 6 triliun. Ia mencontohkan perubahan dari menggunakan fixed block ke moving block yang juga membuat adanya asumsi pertambahan penumpang.
"Itu nambah penumpang dari 260 ribuan per hari menjadi 475 ribuan. Kemudian banyak penghematan lainnya," kata kata Luhut Pandjaitan saat ditemui di ruas tol Jagorawi, Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2017.
Luhut menuturkan dengan struktur pembiayaan ini pemerintah berharap bisa dipakai di daerah-daerah padat seperti Bandung, Surabaya, Medan, dan Ujung Pandang. Ia melihat tidak perlu mengandalkan APBN lagi dalam pembangunan infrastruktur. "Kami akan lihat nanti pembangunan infrastruktur itu dibiayai oleh sektor swasta."
Baca: Tinjau LRT Jabodebek, Menteri Luhut: Sudah Baik
Tenaga Ahli Menteri Koordinator Kemaritiman Septian Haryo Seto mengatakan ada penurunan hitungan kebutuhan pembangunan prasarana dari Rp 23 triliun menjadi Rp 21,7 triliun, dan angka itu ditambahkan dengan kebutuhan pembangunan sarana sebesar Rp 5 triliun. Ditambah dengan sejumlah biaya lain, maka total kebutuhan akan mencapai Rp 27 triliun.
Seto menjelaskan jika hal itu semua harus dibiayai dengan pinjaman bank dan dicicil pemerintah, maka akan membebani APBN, belum ditambahi dengan bunga pinjaman tersebut. "Bisa membengkak dengan jumlah tertentu, dan itu harus di-carry pemerintah semua."
Simak: Menteri Luhut Optimistis LRT Jabodebek Selesai Awal 2019
Skema baru, kata Seto, membuat penyertaan modal negara ke BUMN terkait adalah Rp 9 triliun dan ini ditambah subsidi ketika LRT beroperasi sebesar Rp 16-17 triliun. Ini membuat biaya yang dikeluarkan pemerintah menjadi Rp 26 triliun dibandingkan harus membayar pinjaman dari bank beserta bunganya.
Menurut Seto pihak perbankan akan membiayai sisa dari kebutuhan sebesar Rp 27 triliun itu, namun pembiayaan ini tidak masuk ke APBN melainkan masuk ke PT KAI sebagai operator. Alasannya cash flow dari proyek LRT sangatlah besar. "Di tahun awal kecil oleh karena itu ada subsidi, tapi setelah 12 tahun bisa membayar utang banknya sendiri."
Menteri Perhubungan Budi Karya menambahkan dengan adanya kenaikan penumpang di tahun ke-12, maka dengan tarif Rp 12 ribu ada jumlah pendapatan yang naik. Ia menyatakan akan menaikkan tarif perjalanan LRT sekitar 5 persen per tahun.
Budi Karya mengungkapkan pihaknya akan membuat perjanjian dengan PT KAI tentang subsidi sebesar Rp 17 triliun selama 12 tahun, memakai asumsi tertentu kenaikan tarif 5 persen. "Apabila penumpang naik dan jumlah pertumbuhan bisa dinaikkan, subsidi bisa kurang."
DIKO OKTARA