TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan, sektor industri alas kaki Indonesia berhasil menduduki posisi ke-5 di dunia setelah Tiongkok, India, Vietnam, dan Brasil. Ia mengungkapkan, pangsa pasar (market share) industri alas kaki di pasar internasional mencapai 4,4 persen.
Adapun berdasarkan data Trade Map, pertumbuhan ekspornya positif dari US$ 4,85 miliar pada 2015 atau naik 3,3 persen menjadi US$ 5,01 miliar di 2016.
“Peningkatan kinerja ekspor alas kaki Indonesia tersebut melebihi pertumbuhan nilai ekspor dunia yang hanya sekitar 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produk alas kaki dalam negeri memiliki daya saing di atas rata-rata dunia,” tutur Gati Wibawaningsih dalam pesan tertulisnya, Ahad, 21 Mei 2017.
Ia menuturkan, industri alas kaki, produk kulit dan pakaian jadi merupakan sektor strategis dan menjadi prioritas untuk terus dikembangkan karena mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal tersebut, dibuktikan melalui capaian produk domestik bruto (PDB) kelompok industri ini yang naik dari Rp 31,44 triliun di 2015 menjadi Rp 35,14 triliun di 2016.
“Berarti industri ini menyumbang sekitar 0,28 persen terhadap penerimaan negara,” kata Gati.
Untuk itu, Kemenperin aktif memacu produktivitas dan daya saing para pelaku IKM sektor ini agar bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperluas pasar ekspor. Gati mencontohkan, Ekuator, sepatu premium lokal berkualtas internasional diyakini mampu menembus pasar global ke depannya.
Baca: Bisnis Kulit dan Alas Kaki Melonjak 4 Kali Lipat Tahun Ini
Sepatu yang dirintis oleh Kemenperin melalui Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) ini telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 80 persen. “Pada akhir tahun 2017, Ekuator akan hadir pada salah satu trade show bergengsi di benua Eropa,” tuturnya.
Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kemenperin E Ratna Utarianingrum menyampaikan, pertumbuhan alas kaki didorong karena tren fashion yang cepat berkembang. Pada 2020 mendatang, pangsa pasar alas kaki nasional ditargetkan menjadi sebesar 10 persen ke pasar dunia.
“Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu,” ucap Ratna.
Menurut dia, saat ini ndustri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82 persen berada di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.
Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan, Jawa Timur, berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.
Namun untuk industri penyamakan kulit di dalam negeri, tantangan yang tengah dihadapi saat ini, di antaranya adalah kekurangan bahan baku kulit mentah. Pasalnya, pasokan dari domestik baru memenuhi sekitar 36 persen dari total kapasitas industri penyamakan kulit. “Itupun kualitas bahan bakunya masih perlu ditingkatkan lagi untuk proses produksi selanjutnya,” ujarnya.
Untuk lebih meningkatkan daya saing industri alas kaki, produk kulit dan pakaian jadi dalam negeri, Kemenperin memberikan fasilitasi pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri. Selain itu, Kemenperin juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten.
“Kami telah berkerja sama dengan perusahaan alas kaki dan garmen untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang dapat langsung terserap oleh dunia industri,” kata Ratna.
DESTRIANITA