TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata terus memperbaiki tingkat konektivitas bagi wisatawan mancanegara untuk mengunjungi destinasi “10 Bali Baru”. Salah satunya memanfaatkan keberadaan bandar udara selain di Jakarta dan Bali.
Bandara Jakarta dan Bali dinilai memiliki slot penerbangan yang sangat terbatas dibandingkan dengan bandara lain. Sebagai gantinya, Kementerian Pariwisata mendorong agen perjalanan menciptakan paket wisata destinasi “10 Bali Baru” di daerah lain agar beban turis tidak menumpuk dari Bali dan Jakarta.
“Maskapai dan agen perjalanan harus membalik penawaran paket tur yang semula dua hari di Bali dan satu hari di Manado, misalnya, menjadi dua hari di Manado dan satu hari di Bali. Dengan begitu, konsentrasi tidak akan terpusat di Bali,” kata Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah Sambudy Thaib di Jakarta, Minggu, 3 April 2017.
Dia menilai persoalan konektivitas transportasi udara untuk menjangkau destinasi pariwisata sangat urgen. Sebab, sebagian besar wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia memanfaatkan pesawat terbang. Hingga saat ini, pemerintah setidaknya telah menentukan sejumlah bandara yang diarahkan sebagai hub internasional selain Bali dan Jakarta, antara lain Bandara Adi Soemarmo (Solo), Bandara Kualanamu (Sumatera Utara), dan Bandara Internasional Lombok (Lombok).
Kementerian Pariwisata dan kementerian terkait juga mendorong efisiensi pengelolaan bandara agar jam operasional bandara di destinasi “10 Bali Baru” tersebut dapat berlangsung hingga 24 jam. Khusus untuk destinasi “10 Bali Baru”, sejumlah bandara baru tengah dikembangkan agar dapat menampung pesawat dengan kapasitas yang besar, misalnya di Bandara Silangit (Sumatera Utara) atau Bandara Leo Wattimena (Maluku Utara).
Hiramsyah memerinci penyelesaian penambahan kapasitas runway Bandara Silangit ditargetkan rampung September 2017, sedangkan peningkatan kapasitas di terminalnya bakal selesai pada April tahun ini. Sebaliknya, saat ini Bandara Leo Wattimena hanya mampu didarati pesawat dengan kelas ATR 72, sedangkan untuk menggenjot jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Morotai dibutuhkan pesawat sekelas Boeing 737.
Untuk itu, Kementerian Perhubungan menargetkan penyelesaian pembangunan landasan pacu Juni tahun depan.