TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan platform transportasi berbasis aplikasi online menolak ketentuan pembatasan tarif termurah untuk operasional taksi online. Ketentuan itu tercantum dalam draft revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang rencananya berlaku mulai 1 April 2017.
“Mekanisme pasar akan diintervensi dengan tarif batas bawah-atas ini,” kata Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata kepada Tempo lewat pesan instan, Rabu, 22 Maret 2017.
Ridzki mengatakan, Grab belum tahu berapa kenaikan tarif taksi online bila pembatasan tarif termurah itu berlaku. Menurut Ridzki, tidak ada pihak mana pun yang memiliki pengetahuan cukup bagaimana menentukan batas tarif termurah tersebut. Sebaiknya, kata Ridzki, persoalan tarif diserahkan pada mekanisme pasar.
Baca: Pemerintah Diminta Tegas Hadapi Taksi Online
“Ini dimungkinkan oleh teknologi saat ini. Bahkan disesuaikan secara real-time pada waktu dan tempat tertentu. Mengapa kita harus jalan mundur ke belakang?” ujar Ridzki.
Uber juga menolak ketentuan batas bawah taksi online yang bakal diterapkan pemerintah. Head of Communication Uber Indonesia Dian Safitri mengatakan, ketentuan itu akan membatasi akses masyarakat terhadap kesempatan ekonomi yang fleksibel. “Kami berkomitmen mengawal proses revisi peraturan untuk memastikan kepentingan penumpang serta mitra pengemudi dapat terakomodasi,” kata Dian lewat surat elektronik.
Baca: Pro Kontra soal Taksi Online, ini 11 Poin Revisi Aturannya
Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana mengatakan, pemerintah mengatur batas tarif termurah agar tarif tersebut sesuai dengan biaya keekonomian operasi. Sehingga, kata Cucu, tidak ada alasan buat operator mengurangi perawatan hanya untuk menekan biaya produksi. “Kalau ada perang tarif, itu sudah pasti yang paling pertama dikorbankan adalah perawatan. Mau efisiensi biaya di bagian mana?” kata Cucu di Hotel Mercure, Jakarta.
Saat ini, tarif taksi online memang jauh lebih murah dibanding taksi konvensional. Namun itu hanya berlaku saat permintaaan rendah. Ketika jam sibuk, sering tarifnya lebih mahal dari taksi konvensional. Tarif yang lebih mahal itu biasanya diberlakukan untuk menutup kekurangan pendapatan saat berlaku tarif murah alias subsidi silang.
Praktik tersebut sudah lazim berlaku dalam bisnis transportasi, seperti juga penerbangan. Namun, sejak awal 2015 lalu, praktik tarif murah atau mahal sesuai permintaan konsumen itu berakhir.
Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, membuat tarif batas bawah buat industri penerbangan. Alasannya, harga yang dijual harus wajar sehingga tidak meninggalkan unsur keselamatan. “Setelah ada batas bawah itu, berapa persen sekarang kecelakaan penerbangan? Turun nggak?” ujar Cucu.
KHAIRUL ANAM