TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Riset Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada mengatakan, pada pekan depan yakni pada 27 Februari – 3 Maret 2017, nilai tukar (kurs) rupiah berpeluang menguat, seiring dengan dirilisnya beberapa data makro ekonomi, termasuk dari domestik seperti rilis data inflasi. “Kami berharap rilis data inflasi akan cukup bagus untuk memberikan dampak yang positif untuk laju rupiah,” kata Reza dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 25 Februari 2017.
Menurut Reza, di sisi lain pasar juga akan melihat perkembangan laju euro yang tak bergerak cukup bagus karena terdampak ketidakstabilan politik dari pemilihan Presiden di Prancis. Momen tersebut akan mempengaruhi laju dolar Ameriak Serikat. “Tetap cermati sentimen yang ada dan berpotensi menghalangi laju rupiah. Kami memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran support Rp 13.388 dan resisten Rp 13.292 per dolar AS,” tuturnya.
Baca : Pasar Optimis, IHSG Berakhir Menguat 13,15 Poin
Pergerakan nilai tukar rupiah pada pekan ini mampu berbalik menguat dengan memanfaatkan pelemahan laju dolar AS pasca belum jelasnya pasar merespons rencana reformasi perpajakan Presiden AS, Donald Trump. Laju rupiah sempat melemah ke level 13.384, lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya. Laju rupiah di pekan kemarin bergerak di bawah target support Rp 13.345 dan di bawah resisten Rp 13.290 per dolar AS.
Aksi tunggu dari pelaku pasar terhadap sinyal waktu untuk kenaikan suku bunga acuan The Fed kembali membuat laju dolar AS mengalami kenaikan. Pada hari Rabu, 21 Februari 2017 waktu AS, telah dirilis risalah hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Meski belum jelas bagaimana hasil dari FOMC meeting tersebut, menurut Reza tampaknya pasar telah merespons dengan kembali memburu dolar AS.
Baca : Sejak awal 2017, Investor Asing Jual Bersih Rp 334 Miliar
“Di sisi lain, laju euro melemah, setelah sentimen dari kekhawatiran penyelenggaraan Pemilu Presiden Perancis dan rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Hal ini berakibat pada laju dolar AS yang kembali naik,” kata Reza.
Selain itu, laju rupiah juga terpengaruh pergerakan dolar AS yang sempat menguat karena reaksi pasar terhadap rencana Trump terkait pembaruan pajak dan rencana lainnya terhadap pertumbuhan industri di AS.
Jelang akhir pekan ini, tanggapan dari Bank Indonesia yang menurunkan perkiraan pertumbuhan kuartal I 2017 yang berpotensi akan mengalami pelemahan di bawah target sebelumnya, 5,05 persen, ditanggapi negatif oleh kurs rupiah. Ditambah lagi dengan masih adanya ketidakpastian kondisi politik di Perancis yang berimbas pada melemahnya euro dan melemahkan rupiah.
Baca : Akhir Pekan, Kurs Rupiah Dibuka Menguat
“Pergerakan laju dolar AS yang kami perkirakan sebelumnya akan kembali melemah, ternyata berbalik menguat dengan kuatnya persepsi pelaku pasar akan dekatnya waktu kenaikan suku bunga The Fed,” kata Reza.
DESTRIANITA