TEMPO.CO, Jakarta - Mengawali perdagangan pekan kedua Januari 2017, Indeks Harga Saham Gabungan diperkirakan akan melanjutkan penguatannya.
Menurut senior analis dari Binaartha Securities Reza Priyambada, peluang tersebut terjadi seiring dengan masih adanya aksi beli yang mampu mengubah tren penurunan di awal pekan lalu menjadi kenaikan, meski yang terjadi cenderung tipis.
"Sepanjang kenaikan indeks tidak dimanfaatkan untuk aksi profit taking, maka IHSG masih dalam tren melanjutkan kenaikannya. Seperti yang kami sebutkan sebelumnya, masih ada gap di kisaran 5.112-5.139. Untuk itu, waspadai berbagai sentimen yang dapat mempengaruhi IHSG turun ke level tersebut," ucap Reza a dalam pesan tertulisnya, Ahad, 8 Januari 2017.
Sebelumnya pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat, 6 Januari 2016, IHSG ditutup menguat 0,4 persen atau 21,51 poin ke level 5.357,02.
Transaksi pada hari itu melibatkan perdagangan 11,73 miliar saham sebanyak 254.126 kali dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,94 triliun. Di pasar reguler, negosiasi dan market, asing kompak mencatatkan aksi beli (nett buy) sebesar Rp 126,85 miliar.
Dari sepuluh indeks sektoral yang diperdagangkan di bursa efek, hanya agrikultur yang terkoreksi 0,4 persen. Sedangkan sisanya menguat, dipimpin oleh sektor pertambangan menguat 1,3 persen dan infrastuktur menguat 1 persen.
IHSG kemarin berada dalam level support 5.326,85 (sesi I) dan 5.306,69. Adapun untuk resisten sesi I di level 5.358,71 dan 5.370,41. Reza menuturkan, berdasarkan tren, IHSG masih berpotensi untuk melanjutkan kenaikannya ke level yang lebih tinggi.
Adapun kenaikan indeks kemarin terjadi di tengah sentimen kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor, dan surat izin serta STNK. Kenaikan tersebut diproyeksikan bisa menambah kenaikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) secara cukup signifikan hingga Rp 7,40 triliun pada 2017 atau lebih tinggi dari realisasi PNBP pada 2016 sebesar Rp 5,37 triliun.
Di sisi lain, laju IHSG juga mendapat sentimen dari pernyataan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang mengatakan hingga awal Januari 2017 ini masih terdapat sedikit ruang untuk melonggarkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate.
BI akan mengkaji potensi penurunan suku bunga acuan tersebut apakah memungkinkan untuk dilakukan. Sebab, masih adanya sentimen dari tekanan domestik berupa inflasi sedang meningkat dan juga ketidakpastian kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump.
Untuk 12 bulan ke depan, BI akan lebih menggunakan instrumen suku bunga untuk stabilisasi ekonomi, dibandingkan mendorong pertumbuhan. BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan untuk melonggarkan likuiditas, kebijakan makroprudensial dan juga dorongan dari sistem pembayaran, seperti elektronifikasi bantuan sosial.
DESTRIANITA