TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Wakaf Indonesia Slamet Riyanto mengatakan tanah wakaf mempunyai potensi untuk dikembangkan. Penggunaan tanah wakaf tidak hanya untuk tempat pemakaman, gedung sekolah, atau rumah sakit saja. "Bisa jadi perkantoran, mal, perkebunan, macam-macam," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 22 Desember 2016.
Slamet menyebutkan pengembangan tanah wakaf bukan komersialisasi, tapi untuk kemaslahatan masyarakat. Dari catatan Badan Wakaf Indonesia ada sekitar 4,3 miliar meter persegi tanah wakaf di seluruh Indonesia. Slamet menaksir nilainya mencapai Rp 2.000 triliun. Sekitar 90 persen dari tanah wakaf itu digunakan untuk masjid, pemakaman, dan sekolah.
Kendati demikian, lanjut Slamet, Wakil Presiden Jusuf Kalla berpesan agar rencana pengembangan tanah wakaf dilakukan hati-hati. Sebab, wakaf tidak lepas dari nilai-nilai agama. "Tidak semata-mata semuanya dinilai dengan uang. Ada nilai ukhrawinya," kata Slamet. Oleh sebab itu sebelum mengembangkan potensi tanah wakaf, Badan Wakaf Indonesia juga akan melakukan sosialisasi ke masyarakat.
Baca: Peruri: Uang Rupiah Baru Dicetak di Peruri Karawang
Anggota Badan Wakaf Indonesia bidang Manajemen dan Pengembangan Robbyantono menjelaskan pengembangan tanah wakaf bertujuan menghasilkan return yang maksimal. Dari return (keuntungan) itu nantinya yayasan atau badan wakaf bisa membangun layanan umum, seperti sekolah atau rumah sakit gratis.
Ia mencontohkan salah satu pengembangan tanah wakaf ialah optimalisasi komplek masjid menjadi kawasan perdagangan atau properti. "Mereka bisa membiayai kebutuhan masjid dan juga bisa memberikan beasiswa ke banyak masyarakat," ucap Robbyantono.
Robbyantono menambahkan optimalisasi tanah wakaf sudah dilakukan oleh Badan Wakaf Al Azhar di Mesir. Menurut dia, Badan Wakaf Mesir bisa memberi manfaat besar karena besarnya aset yang produktif. "Banyak masyarakat Indonesia yang menikmati beasiswa dari Badan Wakaf Mesir."
ADITYA BUDIMAN