TEMPO.CO, Bogor - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, sejak Donald Trump memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat, indeks harga saham gabungan menurun cukup dalam, yakni minus 6,5 persen sejak 8 November hingga Jumat, 25 November 2016.
"Tapi, sepanjang tahun ini, indeks masih tumbuh 11,3 persen. Karena itu, kita tidak boleh langsung overacting. Kita harus lihat jangka menengah dan panjang. Jangka menengah, IHSG masih net inflow," kata Suahasil di Hotel Aston, Sentul, Bogor, Sabtu, 26 November 2016.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi 3,67 persen. Menurut Suahasil, tidak hanya Indonesia yang nilai tukarnya melemah. "Kita enggak jelek-jelek amat. Eropa, Malaysia, Afrika Selatan, Brasil, dan Turki juga," katanya. Adapun nilai tukar sepanjang tahun ini mengalami apresiasi 1,63 persen.
Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, melemahnya nilai tukar rupiah tidak perlu disikapi berlebihan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017, nilai tukar rupiah dipatok Rp 13.300 per dolar AS. Saat ini, nilai tukar rupiah menyentuh Rp 13.570.
"Lalu tahun depan gimana? Saya bilang, nanti dulu. Kan kita enggak tahu satu bulan lagi. Dan kedua, 2017 itu belum jalan, musuh masih jauh. Kita punya mekanisme, evaluasi itu paling ideal kalau 2017 sudah jalan, apakah 1-2 bulan berjalan. Kita kan belum tahu ke depan bagaimana," kata Askolani.
Pemerintah, menurut Askolani, akan mengantisipasi melemahnya rupiah terhadap dolar tersebut. "Kita tidak boleh panik dan tidak boleh terbawa oleh kepanikan itu. Kami antisipasi, tapi jangan panik. Hitungan ini kan hitungan setahun, bukan harian," ujar Askolani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI