TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan positif di perekonomian Amerika Serikat (AS) berimbas pada perekonomian di negara berkembang atau emerging market terkait meningkatnya risiko keluarnya modal asing atau capital outflow.
Kondisi ini menyebabkan rupiah cenderung akan melemah terhadap dolar AS. Di sisi lain hal ini juga membuat pasar saham akan bergerak bervariasi dalam rentang konsolidasi menyusul meningkatnya risiko capital outflow.
Analis ekonomi dari First Asia Capital David Sutyanto memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan hari ini akan bergerak bervariasi. Namun cenderung koreksi menyusul memburuknya risiko pasar emerging market.
"IHSG diperkirakan bergerak di 5.180 dengan resisten di 5.230, namun cenderung koreksi," ujar David Sutyanto dalam pesan tertulisnya, Kamis, 24 November 2016. Meski demikian menurut David penguatan diperkirakan masih akan terjadi pada saham pertambangan logam.
Pada perdagangan kemarin, hampir sepanjang hari bergerak di teritori negatif dalam rentang terbatas, meski akhirnya IHSG akhirnya berhasil tutup tipis di teritori positif naik 7,32 poin (0,14 persen) di 5.211,99. IHSG bergerak dalam rentang konsolidasi dengan support di kisaran 5.180 dan resisten di 5.230.
Saham tambang, perkebunan, dan perdagangan masih ramai dilanda aksi beli seiring sentimen rally harga komoditasnya. Sedangkan sejumlah saham sektoral yang sensitif interest-rate bergerak konsolidasi cenderung koreksi.
Penjualan bersih asing di pasar saham kemarin mencapai Rp 806,89 miliar, dan rupiah terhadap dolar AS melemah hingga Rp13.490 dibandingkan posisi hari sebelumnya di Rp13.424.
Pergerakan pasar saham masih terus dibayangi risiko pelemahan rupiah dan kenaikan yield obligasi, yang dipicu keluarnya arus dana asing. Di pasar obligasi kemarin, imbal hasil (yield) obligasi Indonesia untuk tenor 10 tahun mencapai 8,01 persen naik 1,29 persen.
Sementara pasar saham global tadi malam bergerak bervariasi. Indeks saham di Uni Eropa, Eurostoxx koreksi 0,4 persen di 3.032,14. Di Wall Street indeks saham DJIA mencatatkan level tertinggi baru di 19.083,18 menguat 0,3 persen. Indeks S&P menguat tipis 0,1 persen di 2.704,72. Indeks Nasdaq koreksi 0,11 persen di 5.380,68.
Aksi beli terutama melanda saham material seiring rally harga komoditas seperti tembaga, nikel, timah. Pasar merespon positif data ekonomi AS seperti durable goods order Oktober naik 4,8 persen dibandingkan September (mom), indeks Flash Manufacturing PMI di 53,9 di atas estimasi 53,6 dan bulan sebelumnya 53,4. Indeks sentimen konsumen di AS November naik ke 93,8 di atas estimasi 91,6.
Menurut David, data-data ekonomi tersebut mengindikasikan perekonomian AS bergerak positif dan semakin mendekati rencana The Fed menaikkan tingkat bunganya di Desember mendatang. Di sisi lain pasar melepas obligasi yang memicu yield obligasi AS tenor 10 tahun tadi malam melonjak 1,56 persen di 2,35 persen seiring menguatnya rencana kenaikan bunga di AS.
DESTRIANITA