TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) bermitra dengan unit usaha Kalla Grup, PT Bumi Sarana Migas, dalam membangun mega proyek terminal energi terpadu di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Pembangunan terminal energi terpadu ini menelan investasi Rp 10 triliun. Adapun pembangunan kilang di Banten ini juga melibatkan perusahaan asing, yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi menilai, kerja sama itu akan meningkatkan kemampuan Indonesia mengamankan pasokan gas di dalam negeri, khususnya untuk wilayah Jawa bagian barat. "Sekarang tinggal diawasi secara bersama saja sistem bisnisnya, apakah berjalan transparan dan terbuka. Terpenting, Pertamina sebagai BUMN jangan sampai mengalami kerugian," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 November 2016.
Berdasarkan data Pertamina, Jawa Barat mengalami defisit gas 315 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) pada 2015. Angka ini diproyeksikan meningkat tiga kali lipat menjadi 962 MMSCFD pada 2025.
Baca Juga: Krisis Energi 2025, DPR Didesak Rampungkan Revisi UU Migas
Menurut Sayed, ditunjuknya Pertamina sebagai satu-satunya pembeli (offtaker) produk kilang tersebut menandakan Perseroan bisa memegang peranan penting dalam suplai gas (LNG) ke depannya.
Pertamina diharapkan bisa menjadi operator dalam mega proyek pembangunan kilang energi terpadu tersebut. “Alasannya sederhana, Pertamina sangat berpengalaman mengelola kilang. Semua kilang skala besar dioperatori Pertamina," katanya.
Juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro pernah mengatakan Perseroan sangat siap menjadi offtaker dalam megaproyek tersebut asal diikutsertakan dalam kepemilikan saham. Selain itu, Pertamina berharap ditunjuk menjadi operator kilang. Pengalaman dalam mengelola kilang selama ini telah menjadi poin lebih bagi Pertamina.
Menurut Wianda, dari hasil pembicaraan dengan para investor, tidak ada yang mempermasalahkan kerja sama dari sisi kilang. Investor meminta lebih banyak dari sisi retail untuk mendistribusikan produk hasil kilang di daerah-daerah yang tingkat konsumsinya besar.
Simak: Pasar Ikan Terintegrasi Muara Baru Ditarget Beroperasi 2017
Sebelumnya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi menyambut baik kerja sama Pertamina dan PT BSM tersebut. Ia yakin proyek ini tak akan menguntungkan satu pihak saja. Kerja sama seperti ini murni business-to-business guna mengantisipasi defisit gas. Dan itu sangat baik karena ujungnya menutupi kekurangan produksi gas di Jawa, khususnya Banten.
Kompleks terminal energi terpadu di Provinsi Banten akan diisi terminal penerima LNG dan regasifikasi, kilang minyak baru, dan PLTGU berkapasitas 1.000 MW hingga 2.000 MW. Seluruh proyek ini dibangun di luar peta perencanaan Pertamina, atau di luar program Refinery Development Master Plan (RDMP) bagi empat kilang existing dan dua kilang Grass Root Refinery (GRR) baru.
Selain itu, pembangunan PLTGU di dalam kompleks tersebut di luar Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PT PLN (Persero) dari tahun 2016 hingga 2025.
Baca: Heboh Isu Rush Money di Perbankan, Siapa yang Bermain?
Megaproyek ini diharapkan bisa beroperasi pada 2020, di mana fasilitas terminal penerima LNG bisa berjalan terlebih dahulu. Pada tahap pertama, kapasitas terminal LNG akan sebesar 500 MMSCFD. Namun kapasitasnya akan diperbesar menjadi 1.000 MMSCFD di tahap kedua.
SETIAWAN ADIWIJAYA