TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, sektor pertanian, pariwisata, perikanan serta kerajinan di desa bisa menjadi tumpuan ekonomi nasional. Kemajuan di desa, kata Menteri Eko, juga dapat mendorong munculnya pengusaha-pengusaha kreatif di semua sektor.
Menurut dia, melelui program satu desa satu produk (one village one product) ekonomi pedesaan diyakini bakal cepat menggeliat. Sebab, sudah banyak desa yang fokus dengan satu produk dan berhasil mendongkrak pendapatan. Umumnya, produk pedesaan itu dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat.
“Ada desa dengan produk pariwisata, setahun bisa menghasilkan Rp 6 miliar. Bahkan sebuah desa di Bali, menghasilkan hampir Rp 30 miliar dari sektor pariwisata,” kata Eko dalam acara sarapan bersama mitra usaha PT Tempo Inti Media Tbk di The Terrace Asian Bistro Senayan National Golf Club, Jakarta, Senin 17 Oktober 2016.
Puluhan pengusaha dan kepala daerah hadir dalam acara ini. Di antara mereka ada Sudaryanto dari PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors, Erdi Kurniawan dari PT Siemens Indonesia, Randy Pangalila dari Indosat, Maria Dewantini dari PT Unilever, Direktur Komersial PT Semen Indonesia Ainur Rosyidi dan Direktur Pegadaian Harianto Widodo. Dari Tempo Media Group hadir Toriq Hadad, Wakil Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk.
Simak:Tarif Pajak E-Commerce, Kata Rudiantara Harus Memacu Bisnis
Sambil sarapan, mereka berdiskusi tentang peluang investasi di pedesaan serta mempertajam program Kementerian Desa. Bupati Kupang Ayub Titu Eki, mengatakan pemerintahannya sanggup menyediakan lahan 1.000 hektare bagi pemodal. Di Kupang, bidang perkebunan dan perikanan sangat potensial untuk dikembangkan.
“Lahan kami sangat luas. Tapi, terus terang, problem utama di wilayah kami dan umumnya di NTT, ketersediaan air. Saya kira, Pak Menteri bisa membantu kami mengatasi masalah ini,” ujar Bupati Ayub.
Simak: Ekspo Potensi Desa, Satu Desa Satu Produk
Koesmayadie Tatang, Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat, menambahkan potensi desa dibutuhkan akses data yang selalu diperbaharui. “Dengan data akan memudahkan investor mengetahui potensi desa. Termasuk menentukan one village one product yang cocok dikembangkan di setiap desa,” kata dia.
Dia mencontohkan produk mangga Indramayu ketika musim panen. Saat panen, mangga Indramayu banyak yang tidak laku lantaran volumenya yang melimpah. “Tak terjual karena mangga masih sebatas komoditas buah. Belum dikemas menjadi produk minuman baik dalam skala besar maupun kecil.”
Tujuh Irigasi untuk NTT
Provinsi Jawa Barat, kata Koesmayadie, kini sedang membuat gerakan desa EMAS, singkatan dari Entrepreneur Mandiri Aman Sejahtera. “Ada 20 desa yang menjadi contoh. Desa itu berada di perbatasan provinsi dan desa di sekitar pesisir. “Fokusnya satu produk desa yang bisa dikembangkan,” kata dia.
Menurut Menteri Eko, kendala dalam membangun desa selalu ada dan ia yakin semuanya bisa diatasi. Termasuk soal ketersediaan air di Kupang, yang memang curah hujan di sebagian besar wilayah NTT kecil. “Di Kupang banyak pantai, penduduk bisa didorong membuka pertanian garam. Perikanan potensinya juga besar. Masalahnya, apakah warganya sudah terlatih dengan usaha perikanan?”
Nelayan, kata Menteri Eko, tak cukup hanya mengandalkan perahu kecil yang hasil tangkapannya sangat tidak memadai. Menurut dia, nelayan perlu punya kapal. Cara membeli kapal “patungan” dengan nelayan lain. Satu kapal dibeli oleh 20 orang. “Dijamin mereka akan mendapatkan ikan dalam jumlah besar,” ujar Menteri Eko.
Simak: Pasar Kondusif, IHSG Diperkirakan Menguat
Untuk mengatasi air di NTT, Menteri Eko mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sudah mencanangkan membangun tujuh irigasi di sana. “Tahun ini dua dulu. Sambil menunggu proyek bendungan, desa bisa berinisiatif membuat embung. Dana desa bisa dialokasikan untuk membuat embung,” kata Menteri Eko lagi.
Dia menambahkan, di pedesaan banyak yang bisa dikerjasamakan. Termasuk membangun jaringan Internet guna membantu penjualan produk desa. Sebab, kata Mentri Eko, sekitar 80 persen pedesaan menghasilkan produk pertanian, namun tak semuanya terserap di pasar saat panen. “Mereka tidak sanggup memasarkan.”
Indosat bisa mengambil bagian untuk mengatasi masalah di atas. “Caranya membangun infrastruktur telekomunikasi BTS (Base Transceiver Station) di desa terpencil dan bekerja sama dengan BUMDes. Produk-produk Indosat dapat pula dikelola bersama BUMDes.”
Randy Pangalila dari Indosat menyambut baik ajakan kerja sama itu. “Kami punya fasilitas produk seperti “dompetku”. Masyarakat bisa mengirim uang lewat handphone. Ini memungkinkan dikerjasamakan dengan koperasi di pedesaan dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat),” kata Randy.
ELIK SUSANTO