TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengklaim tengah berupaya menggenjot produksi baja dalam negeri mengingat kebutuhan baja nasional mengalami pertumbuhan yang signifikan sehingga kekurangan pasokan akhirnya banyak disuplai dari produk impor.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawiryawan mengatakan kebutuhan baja nasional saat ini mencapai 12 juta ton per tahun, tapi produsen dalam negeri hanya mampu memproduksi 8 juta ton per tahun.
“Kontribusi industri kita sendiri saat ini memang sangat rendah, tapi kita tidak perlu risau justru harus maju dan mendorong pertumbuhan industri agar negara kuat tanpa harus bergantung pada produk impor,” katanya di sela-sela Groundbreaking Pabrik Baja PT Sunrise Steel, di Desa Jampirogo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Kamis, 15 September 2016.
Dia mengatakan selain mendorong pertumbuhan industri baja dalam negeri melalui kemudahan izin investasi, pemerintah juga mengupayakan perlindungan produk baja dalam negeri dari serbuan produk asing. Salah satunya dengan pengenaan bea anti-dumping, kontrol suplai produk impor melalui pengetatan syarat.
“Kita harus punya early warning system di dunia usaha yang semakin ketat persaingannya. Bahkan produk kita yang diekspor ke negara lain juga diperketat oleh mereka karena mereka juga melindungi produknya sendiri,” jelas Putu.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Ernawati menambahkan besi dan baja merupakan industri yang strategis sehingga butuh perlindungan dari pemerintah.
Harga baja dunia, kata Ernawati, sekarang ini sudah mulai bangkit setelah sempat merosot akibat produksi baja dari Cina yang mengalami over kapasitas. Akibatnya Indonesia menjadi sasaran target ekspor oleh Cina, India, Jepang dan Amerika Serikat.
“Perlindungan kita bukan cuma pengenaan bea anti dumping tapi pemerintah juga membuat kebijakan kewajiban proyek-proyek yang menggunakan biaya pemerintah harus memenuhi syarat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dengan begitu diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri dalam negeri,” jelasnya.
Sementara itu, produsen baja lapis aluminium seng (BjLAS), PT Sunrise Steel saat ini mulai menambah produksi baja menjadi 400.000 ton per tahun dengan membangun lini baru di pabrik Mojokerto.
Presiden Direktur Sunrise Steel, Henry Setiawan mengatakan lini pabrik pertama sebelumnya memiliki kapasitas produksi 260.000 ton per tahun. Pada lini baru yang mulai dibangun pada semester II tahun ini akan memiliki kapasitas produksi 140.000 ton per tahun, sehingga pada 2018 Sunrise Steel akan memproduksi baja lapis mencapai 400.000 ton per tahun.
“Penambahan line kedua ini membutuhkan investasi mencapai US$50 juta, dengan begitu Sunrise Steel akan menjadi produsen baja lapis yang terbesar, dan ini merupakan bentuk kami komitmen dalam mendukung pemerintah meningkatkan produksi baja nasional,” ujarnya.
BISNIS.COM